TINDAK
TUTUR DIREKTIF
DALAM
WACANA NOVEL BELANTIK
KARYA
AHMAD TOHARI
SKRIPSI
Oleh
FITRIAH
NPM 04410045
IKIP
PGRI SEMARANG
FAKULTAS
PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
2008
TINDAK TUTUR DIREKTIF
DALAM
WACANA NOVEL BELANTIK
KARYA
AHMAD TOHARI
SKRIPSI
Diajukan
kepada
IKIP
PGRI Semarang
untuk
memenuhi salah satu persyaratan
dalam
menyeelsaikan program sarjana pendidikan
jurusan
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Oleh
FITRIAH
NPM 04410045
IKIP
PGRI SEMARANG
FAKULTAS
PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
2008
PERSETUJUAN
Kami selaku Pembimbing I dan Pembimbing II dari mahasiswa IKIP PGRI
Semarang:
Nama : Fitriah
NPM : 04410045
Jurusan : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Fakultas : Pendidikan Bahasa dan Seni
Judul Skripsi : Tindak Tutur Direktif dalam Wacana Novel Belantik
Karya Ahmad Tohari
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang dibuat oleh mahasiswa
tersebut di atas telah selesai dan siap untuk diujikan.
Semarang, 6
Agustus 2008
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Nanik Setyawati, S.S., M.Hum. Drs.
Siswanto PHM., M.Pd.
NPP 997101150 NIP
131470261
PENGESAHAN
Skripsi berjudul
“Tindak Tutur Direktif dalam Wacana Novel Belantik Karya
Ahmad Tohari”, ditulis oleh Fitriah telah dipertahankan di hadapan
Sidang Panitia Ujian Skripsi Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni IKIP
PGRI Semarang.
Pada
hari : Rabu
Tanggal
: 20 Agustus 2008
Panitia
Ujian,
Ketua, Sekretaris,
Drs. Ngasbun Egar,
M.Pd. Drs. Harjito, M.Hum.
NPP
956701118 NPP 936501103
Anggota Penguji,
- Nanik Setyawati, S.S., M.Hum. (……………………)
NPP 997101150
- Drs. Siswanto PHM., M.Pd. (……………………)
NIP 131470261
- Dra. Ambarini Asriningsari, M.Hum. (……………………)
NPP 915701070
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
- Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman dan diantara kamu dari orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.
- Janganlah tunda sampai besok apa yang bisa kau kerjakan hari ini dan jadikanlah penerang dalam kegelapan.
PERSEMBAHAN
Skripsi
ini penulis persembahkan kepada:
- Bapak, Ibuku tercinta yang senantasa memberikan dorongan serta doa restunya.
- Kakak, adikku dan teman-teman yang telah memberikan dorongan belajar.
- Almamater IKIP PGRI Semarang.
ABSTRAK
Fitriah. 2008.
Tindak Tutur Direktif dalam Wacana Novel Belantik Karya Ahmad
Tohari. Pembimbing I Nanik Setyawati, S,S., M.Hum. Pembimbing II Drs.
Siswanto PHM, M.Pd.
Permasaslahan di
dalam penelitian adalah: jenis tindak tutur “apa sajakah yang
terdapat dalam wacana novel Belantik?”. Tujuan tindak tutur
direktif yang terdapat dalam wacana novel Belantik karya Ahmad
Tohari.
Pendekatan
penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kualitatif dan deskriptif. Pendekatan kualitatif adalah pendekatan
yang berkaitan yang tidak berupa angka tetapi berupa kualitas
bentuk-bentuk variabel yang berwujud tuturan. Pendekatan kualitatif
dalam penelitian ini berupa bentuk-bentuk verbal bahasa yang berupa
tuturan. Pendekatan deskriptif adalah suatu pendekatan yang berupaya
mengungkapkan sesuatu secara apa adanya. Penelitian dilakukan
berdasarkan pada fakta yang ada atau fenomena secara empiris hidup
pada penuturnya.
Teknik pengumpulan
data yang digunakan adalah alat pengumpul data yang disebut kartu
data. Kartu data berisi (1) bagian pertama berisi nomor data, (2)
bagian kedua berisi tuturan dari seseorang tokoh yang terdapat dalam
novel.
Hasil penelitian
ini adalah jenis tindak tutur direktif dalam wacana novel Belantik
karya Ahmad Tohari mencakup: (1) tindak tutur direktif meliputi
tindak tutur direktif memaksa, tindak tutur direktif mengajak, tindak
tutur direktif meminta, menyuruh, mendesak, memohon, menyarankan,
memerintah, menantang dan menuntut.
Berdasarkan hasil
penelitian ini disarankan bahwa peneliti dilihat dari segi bahasa,
khususnya dalam kajian pragmatik. Peneliti berharap semoga hasil
penelitian ini dapat dijadikan sebagai inspirasi bagi peneliti bahasa
ataupun sastra khususnya menganalisis novel yang berkaitan dengan
kegunaan yang bisa diterapkan.
KATA
PENGANTAR
Puji
syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat rahmat dan hidayahNya skripsi ini dapat diselesaikan untuk
memenuhi sebagian persyaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana
Pendidikan.
Banyak
hambatan yang menimbulkan kesulitan dalam penyelesaian penulis
skripsi ini, namun berkat bantuan dari berbagai pihak akhirnya
kesulitan-kesulitan yang timbul dapat teratasi. Untuk itu segala
bentuk bantuan penulis sampaikan terima kasih kepada:
- Drs. Sulistiyo, M.Pd., selaku Rektor IKIP PGRI Semarang yang telah membuka jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia.
- Drs. Ngasbun Egar, M.Pd., Dekan Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni IKIP PGRI Semarang yang telah memberikan izin penulisan skripsi ini.
- Drs. Harjito, M.Hum., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia IKIP PGRI Semarang yang telah memberikan persetujuan skripsi ini.
- Nanik Setyawati, S.S., M.Hum., selaku pembimbing I yang telah banyak memberikan bimbingan, pengarahan dan petunjuk dalam penulisan skripsi ini.
- Drs. Siswanto PHM, M.Pd., selaku pembimbing II yang telah banyak memberikan bimbingan, pengarahan dan petunjuk dalam penulisan skripsi ini.
- Bapak dan ibu Dosen jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah memberikan bekal pengetahuan kepada kami.
- Teman-teman seperjuangan yang telah memberikan semangat dan dukungan kepada penulis.
Penulis
menyadari dalam penyusunan skripsi ini masih ada kekurangan, untuk
itu penulis sangat mengharap kritik dan saran dari pembaca yang
bersifat membangun demi kesempurnaan.
Semarang, Agustus 2008
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL i
PERSETUJUAN ii
PENGESAHAN iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN iv
ABSTRAK v
KATA PENGANTAR vi
DAFTAR ISI viii
BAB I PENDAHULUAN 1
- Latar Belakang Masalah 1
- Rumusan Masalah 4
- Tujuan Penelitian 5
- Manfaat Penelitian 5
- Penegasan Istilah 5
- Sistematika Penulisan Skripsi 6
BAB II LANDASAN TEORI 8
- Kajian Pragmatik 8
- Tindak Tutur 9
- Jenis-jenis Tindak Tutur 11
- Tindak Tutur Direktif 17
- Penutur 20
- Mitra Tutur 20
- Topik Tuturan 20
- Waktu dan Tempat Bertutur 21
- Saluran atau Media 21
- Kode 21
- Amanat atau Pesan 22
- Peristiwa Tutur dalam Novel 22
- Wacana 23
- Kerangka Berpikir 26
BAB III METODE
PENELITIAN 27
- Pendekatan Penelitian 27
- Data dan Sumber Data 28
- Teknik Pengumpulan Data 28
- Teknik Analisis Data 29
BAB IV ANALISIS TINDAK TUTUR DIREKTIF DALAM WACANA NOVEL BELANTIK
KARYA AHMAD TOHARI 32
- Jenis Tindak Tutur dalam Wacana Novel Belantik Karya Ahmad Tohari 32
BAB V PENUTUP 57
- Kesimpulan 57
- Saran 58
DAFTAR PUSTAKA 59
LAMPIRAN 60
BAB I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang Masalah
Bahasa tidak dapat dilepaskan dari kehidupan manusia, bahkan bahasa
selalu digunakan oleh manusia dalam segala kegiatan, sehingga dapat
dikatakan interaksi tidak mungkin terjadi adanya media bahasa. Apapun
yang dilakukan oleh manusia seperti berkumpul, bermain dan
menyampaikan pesan semuanya menggunakan media bahasa. Menurut Sapir
dalam Soenardi (1989:81) bahasa adalah suatu metode manusiawi dan
tidak lahiriah mengenai pengkomunikasian gagasan, perasaan dan
kemampuan menggunakan lambang mana suka.
Bahasa adalah salah satu alat komunikasi, melalui bahasa manusia
dapat saling berhubungan (berkomunikasi) saling berbagai pengalaman,
saling belajar dari yang lain, dan meningkatkan kemampuan
intelektual. Di dalam komunikasi, dapat diasumsi bahwa seorang
penutur mengartikulasi tuturan dengan maksud untuk menginformasikan
sesuatu kepada mitra tuturannya, dan mengharap mitra tuturnya
(pendengar) dapat memahami apa yang hendak dikomunikasi. Untuk itu,
penutur harus selalu berusaha agar tuturannya mematuhi prinsip kerja
sama, kesantunan, etika, maupun estetika.
Keunikan manusia sebenarnya tidak terletak pada kemampuan
berfikirnya, melainkan terletak pada kemampuan dalam berbahasa
(Suriasumantri, 1993:171). Dengan bahasa manusia dapat mengekpresikan
semua yang ada dalam pikiran karena dengan berpikir secara otomatis
manusia menuturkan suatu bahasa di dalam pikirannya. Hal tersebut
antara lain dapat dilihat pada seorang sastrawan karena ia dapat
mengekspresikan perasaannya ada kalanya menggunakan bahasa yang
berupa percakapan atau tuturan.
Pada dasarnya tindak tutur yang dihasilkan bergantung pada tujuan
atau arah tuturan untuk mencapai tujuan, tindak tutur harus
disesuaikan dengan situasi tuturan. Situasi tuturan tersebut
merupakan situasi sosial yang aktual karena terjadi dalam lingkungan
masyarakat yang luas dan berbeda. Jadi situasi tutur dapat
mempengaruhi tercapai tujuan tuturan.
Tindak tutur (speech act) adalah gejala individu yang bersifat
psikologis dan berlangsungnya ditentukan oleh kemampuan bahasa di
penutur dalam menghadapi situasi tertentu. Menurut Chaer dalam
Rahmadi (1995:65) menjelaskan jika peristiwa tutur (speech event)
merupakan gejala social dan terdapat interaksi antara penutur dalam
situasi dan tempat tertentu, maka tindak tutur (speech acts)
lebih cenderung sebagai gejala individual, bersifat psikologis dan
ditentukan oleh kemampuan bahasa penutur dalam mnghadapi situasi
tertentu. Lebih lanjut dijelaskan bahwa jika dalam peristiwa maka
dalam tindak tutur orang lebih memperhatikan makna atau arti tindak
dalam tuturan itu (1993:33).
Pragmatik erat sekali hubungannya dngan tindak ujar atau tindak
tutur. Pragmatik menelaah ucapan-ucapan khususnya dalam situasi
khususnya terutama memusatkan perhatian pada aneka ragam cara yang
merupakan aneka konteks sosial performasi bahasa mempengaruhi
tafsiran atau interpretasi. Levinson (dalan Tarigan, 1996:33) memberi
batasan pragmatik adalah telaah mengenai kemampuan pemakaian bahasa
menghubungkan serta menyerasikan kalimat-kalimat dan konteks secara
tepat. Kata bahasa itu menggarap kesatuan statis yang abstrak seperti
dalam sintaksis dan proposisi dalam semantik. Pragmatik menggarap
bahasa dalam tingkat yang lebih konkrit tindakan dalam mengatakan
sesuatu, misalnya mengucapkan kata-kata tertentu dengan perasaan dan
referensi atau acuan tertentu.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa kata tindak
berarti langkah perbuatan, sedangkan kata tutur berarti ucapan, kata,
perkataan (1993:978).
Wacana adalah rentetan kalimat yang berkaitan yang menghubungkan
proposisi yang satu dengan proposisi yang lain membentuk satu
kesatuan. Pemahaman wacana yang menekankan unsur keterkaitan
kalimat-kalimat di samping berhubungan proposisi seabgai landasan
berpijak, mengisyaratkan bahwa konfigurasi makna yang menjelaskan isi
komunikasi pembicaraan sangat berperan dalam informasi yang ada dalam
wacana (Kridalaksana, 1984).
Novel adalah merupakan dua bentuk karya sastra yang sekaligus disbut
fiksi, bahkan perkembangannya yang kemudian novel dianggap bersinonim
dengan fiksi (Nurgiyantoro, 181:119).
Novel Belantik adalah novel karya Ahmad Tohari terbaru yang
merupakan novel lanjutan dari novel Bekisar Merah dan
diterbitkan oleh Gramedia Pustaka. Di dalam Belantik terdapat
tindak tutur direktif yang dilakukan oleh para tokoh dalam novel.
Oleh karena itu, apabila di baca dan dipahami secara cermat dalam
novel Belantik banyak terdapat hal-hal menarik terutama pada
bahasa percakapan para tokoh yang digunakan dalam mengungkapkan
ekspresinya sehingga dituangkan dalam cerita secara baik dan lancar.
Kata Belantik berasal dari bahasa Jawa yang berarti
perantara jual beli hewan. Belantik dalam novelnya Ahmad Tohari
tidak berarti perantara jual beli hewan melainkan perantara jual beli
manusia. Pada novel Belantik yang berperan sebagai belantik
adalah seorang mucikari yang bernama ibu Lanting dan salah satu orang
yang diperjualbelikan adalah Lasi. Ibu lanting adalah seorang
perantara jual beli manusia yang biasanya disebut germo.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tindak tutur
direktif dalam wacana novel Belantik dapat dipahami secara
cermat dan terdapat hal-hal menarik terutama pada bahasa yang
dituangkan dalam cerita secara baik dan manrik.
Dari uraian di atas maka peneliti memilih judul “Tindak Tutur
Direktif dalam Wacana Novel Belantik karya Ahmad Tohari.”
- Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas masalah yang diangkat
dalam penelitian adalah tindak tutur direktif apa sajakah yang
terdapat dalam wacana novel Belantik?
- Tujuan Penelitian
Berdasarkan penelitian di atas tujuan ini untuk mendeskripsi jenis,
tindak tutur direktif yang terdapat dalam wacana novel Belantik
karya Ahmad Tohari.
- Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian tindak tutur direktif dalam wacana novel
Belantik, baik secara teoretis maupun praktis.
- Manfaat Teoretis
- Untuk lebih memperkenalkan atau menyebarluaskan dan mengembangkan ilmu pragmatik.
- Untuk menambah khasanah ilmu bahasa terutama pada kajian ilmu pragmatik.
- Manfaat Praktis
Dari
hasil penelitian ini diharapkan dapat diperoleh deskripsi tentang
tindak tutur bahasa Indonesia. Deskripsi ini dapat memberikan
sumbangan bagi pengembangan dan penunjangan pemantapan bahasa
Indonesia.
- Penegasan Istilah
Untuk
menganalisis wacana dalam novel, maka berikut ini akan didefinisikan
istilah yang digunakan dalam judul penelitian.
- Tindak Tutur
Tindak
tutur ialah fenomena pragmatik penyelidikan linguistik klinis yang
sangat menonjol (Cummings, 1991:37).
Tindak
tutur adalah kegiatan melakukan tindakan mengujarkan tuturan
(Rustono, 1999:31).
- Tindak Tutur Direktif
Tindak
tutur direktif ialah tindak tutur yang dimaksudkan penutur agar mitra
tutur melakukan tindakan (Rustono, 1999:6).
- Wacana
Wacana
ialah merupakan suatu penggunaan bahasa dalam komunikasi baik secara
lisan maupun tulisan (Rani, 1983:27).
Tarigan
(1987:27), berpendapat bahwa wacana adalah satuan bahasa yang
terlengkap atau tertinggi atau terbesar di atas kalimat atau klausa
dengan kohesi dan koherensi tinggi dan berkesinambungan dan mempunyai
awal dan akhir yang nyata disampaikan secara lisan dan tertulis.
- Novel
Novel
ialah sesuatu secara bebas, menyajikan sesuatu secara lebih banyak,
lebih rinci, lebih detail dan lebih banyak melibatkan berbagai
permasalahan yang komplit (Nurgiyantoro, 1998:55).
- Sistematika Penulisan Skripsi
Sistematika
penulisan digunakan untuk mempermudah pembaca dalam memahami proposal
ini. Adapun sistematika penulisan skripsi yang penulis rencanakan
adalah sebagai berikut:
Bab
I Pendahuluan, pada bab ini diuraikan tentang latar belakang, rumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat dan sistematika penulisan
skripsi.
Bab
II Landasan Teori, berisi teori-teri yang menjadi acuan penulis dalam
pemecahan masalah. Oleh karena itu dalam penelitian dibicarakan
mengenai: teori pragmatik tindak tutur, jenis-jenis tindak tutur,
konteks wacana, tindak tutur dalam novel.
Bab
III Metode Penelitian, berisi tentang jenis penelitian, pendekatan
penelitian, data dan sumbernya, teknik dan pengumpulan data, teknik
analisis data.
Bab
IV Hasil Penelitian, berisi tentang hasil penelitian yang meliputi
jenis tindak tutur direktif yang terdapat dalam wacana novel Belantik
Karya Ahmad Tohari.
Bab
V penutup yang berisi kesimpulan dan saran.
BAB II
LANDASAN
TEORI
- Kajian Pragmatik
Pragmatik ialah telaah mengenai segala aspek makna yang tidak
tercakup dalam teori semantik atau dengan perkataan lain
memperbincangkan segala aspek makna ucapan yang tidak dapat
dijelaskan secara tuntas oleh referensi langsung kepada
kondisi-kondisi kebenaran yang diucapkan (Tarigan, 1989:31).
Pragmatik menelaah ucapan-ucapan khusus dalam situasi-situasi khusus
dan terutama sekali memusatkan perhatian pada aneka ragam cara yang
merupakan wadah aneka konteks sosial performansi bahasa dapat
mempengaruhi tafsiran atau interpretasi.
Kajian utama dalam pragmatik adalah tindak tutur. Hal ini senada
dengan pendapat Rustono (1999:32-33) tindak tutur atau tindak ujar
merupakan entitas yang bersifat dan pragmatik.
Menurut Mey dalam Rustono (1993:5) pragmatik adalah ilmu yang
mempelajari bahasa dalam kaitannya dengan penutur. Hal ini emmberikan
gambaran bahwa pragmatik mempelajari bahasa sebagaimana digunakan di
dalam realitas kehidupan manusia untuk berbagai macam tujuan sesuai
dengan keterbatasan kemampuannya. Jelaslah bahwa pragmatik tidak
dapat melepaskan diri dari masalah penggunaan bahasa di dalam
kehidupan sehari-hari.
Pentingnya dan sentralnya itu tampak dalam analisis topik pragmatik
yang lainnya, bahkan dikatakan pula jika dalam kajian pragmatik tidak
mendasarkan analisisnya pada tindak tutur, itu sebenarnya bukan
kajian pragmatik yang sesungguhnya.
Menurut Morris dalam Tarigan (1938:6) telaah mengenai hubungan
tanda-tanda dengan tanda penafsir. Teori pragmatik menjelaskan
alasan-alasan atau pemikiran para pembicara dan para penyimak dalam
menyusun korlasi dalam suatu konteks sebuah tanda kalimat dengan
proposisi (rencana atau masalah).
Pragmatik ialah kajian tentang hubungan-hubungan diantara bahasa dan
konteks yang merupakan dasar dari penjelasan tentang pemahaman bahasa
(Rustono).
Menurut George dalam Tarigan (1964:31-81) pragmatik (atau semantic
behavioral) menelaah keseluruhan perilaku lisan, terutama sekali
dalam hubungan dengan tanda-tanda dan lambang pragmatik memusatkan
perhatian dengan cara lisan dan berperilaku dalam keseluruhan situasi
pemberian tanda dan penerimaan tanda.
- Tindak Tutur
Tindak tutur (speech act) merupakan hal penting di dalam
kajian pragmatik. Menurut Rustono (1993:31) tindak tutur atau tindak
ujar merupakan entitas yang bersifat sentral di dalam pragmatik.
Tindak tutur digunakan karena pada dasarnya seseorang dalam
mengucapkan ekspresi itu ia tidak hanya berekspresi tetapi ia juga
menindakkan sesuatu (Purwo, 1990:19). Sejalan dengan pendapat
tersebut Gunawan dalam Rustono (1999:32) menyatakan bahwa mengajarkan
sebuah tuturan dapat dilihat sebagai melakukan tindakan di samping
memang mengucapkan atau megujarkan tuturan tersebut.
Tindakan tutur bertujuan mengutarakan suatu pernyataan tetapi yang
dimaksud justru menyuruh atau mengutarakan sesuatu dengan interaksi
khusus, padahal yang dimaksud sebaliknya (Tarigan, 1986:33).
Contohnya: “Dapatkah Anda menaruh garam sedikit dimasakan ini”
itu sama dengan kalimat taruh garam ke dalam maakan ini? Jadi tindak
tutur itu berkembang dalam aneka wacana dan unsur pragmatik
melibatkan pembaca serta yang dibicarakan.
Menurut Rani (2004:37) dalam pemakaian mengatakan dalam komunikasi
bahasa terdapat tindak tutur, komunikasi bahsa bukan sekedar lambang,
kata, kalimat, tetapi akan lebih tepat apabila disebut produk atau
hasil dari lambing atau kalimat yang terwujud.
Hal-hal yang dapat di tindakan seseorang dalam bertutur adalah
permintaan (request), tawaran (offer), dan pemberian
izin (permissions) (Purwo, 1990:20). Maka berdasarkan hal-hal
di atas, maksud tuturan “mau membeli obat apa?” tuturan itu
diucapkan oleh penjual apotik pada pembeli, maka sebenarnya dalam
tuturan ioni penutur tidak semua tamatan mengajarkan tturan itu,
tetapi juga menindakan sesuatu, tindakan yang dilakukan penutur
adalah menawarkan (offers) obat kepada mitra tutur.
Tindak tutur dalam ujaran suatu kalimat merupakan penentu makna
kalimat itu, makna suatu kalimat tidak ditentukan oleh satu-satunya
tindak tutur seperti yang berlaku dalam kalimat yang sedang
diujarkan, tetapi selalu dalam prinsip adanya kemungkinan untuk
menyatakan secara tepat apa yang dimaksud oleh penuturnya.
Tindak tutur merupakan dasar bagi analisis topik-topik pragmatik lain
seperti pra anggapan, peributnya, implikatur percakapan, prinsip
kerja sama, prinsip kesantunan (Rustono).
Suatu tindak tutur tidaklah semata-mata merupakan representasi
langsung elemen makna unsur-unsurnya.
Leech dalam Rustono (1999:33) berpendapat bahwa sebuah tindak tutur
hendaknya mempertimbangkan lima aspek situasi tutur yang mencakup (1)
penutur dan mitra tutur, (2) konteks tuturan, (3) tujuan tuturan, (4)
tindak tutur sebagai bentuk tindakan atau aktivitas, (5) tuturan
sebagai produk tindak verbal.
Tindak tutur atau tindak ujar merupakan entitas yang bersifat sentral
di dalam pragmatik. Tindak tutur digunakan karena pada dasarnya
seorang dalam mengucapkan ekspresi itu ia tidak hanya berekspresi
tetapi ia juga menindakan sesuatu (Purwo, 1999:19).
- Jenis-Jenis Tindak Tutur
Dalam kenyataan tindak tutur terdiri dari beberapa macam sesuai
dengan definisi yang dikemukaka oleh para ahli bahasa.
- Lokusi, Ilokusi, dan Perlokusi
Berkenaan
dengan tutur secara ringkas Gunawan dalam Rustono (1999:35)
menyebutkan tiga jenis tindakan dengan istilah lokusi, ilokusi, dan
perlokusi.
- Lokusi
Tindak
lokusi adalah tindak tutur yang dimaksudkan untuk menyatakan sesuatu
(Rustono, 1999:35). Lokusi merupakan semata-mata tindak tutur atau
tindak bertutur yaitu tindak melakukan sesuatu dengan kata dan makna
kalimat sesuai dengan makna itu (di dalam kamus) dan makna kalimat
itu sesuai dengan kaidah sintaksisnya. Tindak lokusi merupakan makna
dasar karena dalam tuturan lokusi masalah maksud dan fugsi tuturan
itu tidak penting karena hanya berkaitan dengan makna tuturan yang
diucapkan. Berikut ini adalah tuturan-tuturan yang mengandung lokusi.
- “Saya lapar”
Tuturan di atas mengacu pada makna saya “aku” pengganti orang
kesatu, dan lapar berasa ingin “makan” (karena perut kosong)
- “Udara panas”
Tuturan di atas mengacu pada makna udara “hawa” dan panas hangat
sekali lawan dingin.
- Ilokusi
Menurut
Gunawan dalam Rustono (1999:35) tindak ilokusi adalah tindak
melakukan sesuatu. Tindak ilokusi merupakan tindak tutur yang
mengandung maksud dan fungsi atau daya tuturan. Tindak ilokusi tidak
mudah diidentifikasi karena tindak ilokusi berkaitan dengan siapa
bertutur, pada siapa, kapan, dan dimana tindak tutur itu dilakukan.
Pernyataan
yang sering muncul dalam tindak ilokusi adalah untuk apa tuturan itu
diujarkan? Bukan “apa” makna tuturan yang diucapkan itu.
Untuk
memudahkan dalam mengidentifikasi tindak ilokusi ada beberapa verba
yang menandai tindak tutur ilokusi, beberapa verba itu antara lain,
melaporkan, mengusulkan, mengakui, mengucapkan selamat, berjanji,
berterima kasih, mengumumkan (Rustono, 1999:36). Berikut ini adalah
tuturan yang mengandung ilokusi.
- Di pasar Johar memang murah, tapi banyak copet
Maksud tuturan di atas adalah nasehat supaya waspada.
- Sayur itu enak meskipun kurang asin
Maksud tuturan di atas adalah minta diambilkan garam.
- Perlokusi
Tindak
perlokusi adalah ujaran yang diucapkan oleh seorang penutur yang
mempunyai efek atau daya pengaruh. Efek atau daya ujaran ini dapat
ditimbulkan oleh penutur secara sengaja atau tidak sengaja. Tindak
tutur yang pengujarannya dimaksudkan untuk mempengaruhi kawan tutur
inilah yang disebut tindak perlokusi. Tuturan yang diucapkan oleh
seorang penutur sering memiliki efek daya pengaruh efek yang
dihasilkan dengan mengujarkan sesuatu dinamakan tindak perlokusi
(Rustono, 1999:36).
Menurut
Lubis (1999:9) tindak perlokusi yaitu hasil atau efek yang
ditimbulkan oleh ungkapan itu pada pendengar sesuai dengan situasi
dan kondisi pengucapan kalimat, sejalan dengan pendapat tersebut
Tarigan (1990:35) menyatakan bahwa ujaran yang diucapkan oleh penutur
bukan hanya merupakan suatu peristiwa belaka atau sesuatu yang
terjadi dengan sendirinya akan tetapi ujaran yag direncana untuk
menghasilkan beberapa efek, pengaruh, atau akibat pada lingkungan
para penyimak dan para pembicara. Artinya bahwa dengan mengujarkan
kata-kata tertentu apabila diucapkan degan perasaan, penutur berusaha
meyakinkan oleh penutur baik secara sengaja maupun tidak sengaja.
- Representatif, direktif, ekspresif, konisif, deklaratif
Tindak tutur yang terhitung jumlahnya oleh Scarle dalam Rustono
(1999:37) dokategorikan menjadi lima jenis yaitu representatif,
direktif, ekspresif, komusif, dan deklaratif.
Tuturan “Permainan itu tidak berhasil melepaskan diri dari tekanan
lawan” termasuk tuturan representatif alasannya adalah tuturan itu
mengikat penuturnya akan kebenaran bahwa memang benar permainan itu
tidak dapat melepaskan diri dari tekanan lawan. Kebenaran tuturan itu
dapat diperoleh dari kenyataan di lapangan bahwa memang permainan itu
tidak berhasil meraih angka, bahkan seringkali melakukan kesalahan
sendiri.
Wijana (1996:30) mengemukakan secara formal tuturan dapat dibedakan
menjadi tuturan berita atau deklaratif, tuturan tanya atau
interogatif dan tuturan perintah atau imperative. Secara konvensional
tuturan berita dapat digunakan untuk memberikan sesuatu atau
informasi, tuturan tanya untuk menanyakan sesautu, dan tuturan
perintah, ajakan, permintaan atau permohonan.
Searle (1969) mengklasifikasikan tindak tutur menjadi lima jenis
yaitu (1) representatif, (2) direktif atau impositif, (3) ekspresif,
(4) komisif, (5) deklarasi (Gunarwarwan, 1994:48). Hal ini diperjelas
oleh pendapat Rustono (1999) dalam bukunya yang berjudul Pokok-Pokok
Pragmatik, ia member nama tindak tutur deklarasi dengan tindak
tutur isbati karena istilah deklarasi telah digunakan sebagai istilah
modus tuturan bersama dengan interogatif dan imperatif.
Tindak tutur representatif (asertif) adalah tindak tutur yang
mengingat penuturannya kepada kebenaran atas apa yang dituturkannya
(Rustono, 1998:38). Tuturan menyatakan, melaporkan, menunjukkan,
menyebutkan, menuntut, mengakui, member kesaksian, berspekulasi,
merupakan tindak tutur representative.
Tuturan-tuturan berikut ini juga merupakan tindak tutur representatif
- “Sebentar lagi hujan”
- “Hari ini ulangan bahasa Indonesia”
Tindak tutur yang kedua adalah tindak tutur direktif (impositif).
Tindak tutur tersebut merupakan tindak tutur yang dilakukan oleh
penuturnya dengan maksud agar si pendengar melakukan tindakan yang
disebutkan dalam tuturan itu. Tuturan yang termasuk dalam tindak
tutur direktif meliputi menyuruh, memohon, menuntut, menyarankan,
menantang, memaksa, mengajak, meminta, menagih, mendesak, memerintah,
memberikan aba-aba.
Contoh tindak tutur direktif
- “Tolong ambilkan baju itu”
- “Kembalikan buku kalian pinjam”
Tindak tutur yang ketiga ekspresif adalah tindak tutur yang dilakukan
dengan maksud agar tuturannya diartikan sebagai evaluasi tentang hal
yang disebutkan di dalam tuturan itu. Adapun yang merupakan tindak
tutur tersebut ekspresif meliputi memuji, mengucapkan terimakasih,
mengkritik, mengeluh, menyalahkan, mengucapkan selamat.
Contoh
tindak tutur ekspresif
- “Terima kasih atas pemberian kado ini”
- “Hari ini kamu cantik sekali”
Tindak tutur yang keempat yaitu tindak tutur komisif. Tindak tutur
tersebut adalah tindak tutur yang mengikat penuturnya untuk
melaksanakan apa yang disebutkan di dalam tuturannya. Tuturan
berjanji, bersumpah, mengancam, menyatakan kesanggupan, bergaul
merupakan tindak komisif.
Berikut
ini contoh tindak tutur komisif
- “Saya berjanji tidak akan mengulangi kesalahan lagi”
- “Saya bersumpah akan selalu setia kepadamu”
Tindak tutur yang terakhir adalah tindak tutur isbati/deklarasi.
Tindak tutur tersebut merupakan tindak tutur yang dilakukan si
penutur dengan maksud untuk menciptakan hal (status, keadaan) yang
baru. Tindak tutur isbati meliputi tuturan memutuskan, membatalkan,
melarang, mengijinkan, memberi maaf, mengesahkan, mengabulkan,
mengangkat, mengampuni.
Berikut
ini contoh isbati
- “Jangan mencoret-coret tembok ini”
- “Paman mengizinkan kamu tinggal di rumahnya”
Dari semua jenis tindak tutur yang diutarakan oleh para ahli tersebut
dapat diambil simpulan bahwa satu bentuk ujaran dapat mempunyai lebih
dari satu fungsi. Dalam penelitian ini peneliti lebih condong pada
pendapat Searle (1969) yang kemudian disempurnakan oleh Rustono
(1999) karena untuk mengatasi percampuradukan antara jenis tindak
tutur yang satu dengan tindak tutur yang lain.
Klasifikasi tindak tutur tersebut lebih terperinci sehingga lebih
memudahkan penulis dalam menganalisis wacana tulis. Dalam penelitian
ini pendapat digunakan untuk menganalisis wacana tulis yang berupa
novel yang berjudul Belantik karya Ahmad Tohari.
- Tindak Tutur Direktif
Tindak tutur direktif adalah tindak tutur yang berfungsi mendorong
penanggap tutur (penutur) melakukan sesuatu (Purwo, 1990: 38).
Direktif dimaksudkan untuk menimbulkan beberapa efek melalui tindakan
sang penyimak. Direktif (directives) mengekspresikan sikap
penutur terhadap tindakan yang dilaukan oleh mitra tutur (Ibrahim,
1993: 27) maka direktif (directives) merupakan konstatif
(constatives) dengan batasan pada isi proposrsinya (yaitu,
bahwa tindakan yang akan dilakukan ditunjukkan kepada mitra tutur).
Direktif (direktives) bisa mengekspresikan maksud penutur
(keinginan, harapan) sehingga ujaran atau sikap diekspresikan
dijadikan sebagai alasan untuk bertindak oleh mitra tutur.
Beikut adalah tuturan yang mengandung direktif.
- Tolong ambilkan baju itu
Maksud tuturan di atas adalah memerintah untuk mengambilkan baju.
- Cepat katakan apa yang sebenarnya terjadi.
Maksud tuturan di atas adalah memaksa untuk mengatakan yang
sebenarnya sudah terjadi.
Konteks adalah latar belakang pengetahuan yang diperkirakan dimiliki
dan disetujui bersama oleh pembicara atau penulis dan penyimak atau
pembaca serta yang menunjang interpretasi penyimak dan pembaca
terhadap apa yang dimaksud pembicara atau penulis dengan suatu ucapan
tertentu (Tarigan, 1987:35).
Dalam setiap situasi ujaran haruslah ada pihak pembicara (atau
penulis) dan pihak penyimak (atau pembaca). Keterangan ini mengandung
implikasi bahwa pragmatik tidak hanya terbatas pada bahasa lisan
tetapi juga mencakup bahasa tulis. Untuk memudahkan pembicaraan
selanjutnya pembicara atau penulis kita singkat menjadi Pa dan
penyimak atau pembaca menjadi PK.
Konteks dapat diartikan dengan berbagai cara misalnya kita memasukkan
aspek-aspek yang sesuai atau relevan mngenai latar fisik dan sosial
sesuatu ucapan.
Konteks merupakan sesuatu yang menjadi sarana memperjelas suatu
maksud (Rustono, 1999:19). Sarana memperjelas meliputi bagian
ekspresi yang dapat mendukung kejelasan dan berupa situasi yang
berhubungan dengan suatu kejadian. Sarana memperjelas meliputi dua
macam yaitu konteks (co-text). Sementara itu konteks yang berupa
situasi yang berhubungan dengan suatu kejadian lazim disebut dengan
konteks (context) (Rustono, 1999:20).
Konteks menurut Alwi et al (1998:421) terdiri atas unsur-unsur
seperti situasi, pembicara, pendengar, waktu, tempat, adegan, topik,
peristiwa, bentuk amanat, kode sarana, di dalam peristiwa tutur ada
sejumlah faktor yang menandai keberadaan peristiwa tersebut. Menurut
Hymes (dalam Rustono, 1999:21) faktor itu berjumlah delapan yakani:
- Setting atau scene yaitu tempat dan suasana peristiwa tutur
- Participan, yaitu penutur, mitra tutur, atau tempat pihak lain
- End atau tujuan
- Act yaitu tindakan yang dilakukan penutur di dalam peristiwa tutur
- Key, yaitu nada suara dana ragam bahasa yang digunakan di dalam mengekspresikan tuturan dan cara mengekspresikannya
- Instrument, yaitu alat atau tulisan melalui telepo atau bersemuka,
- Norm atau norma yaitu aturan permainan yang harus di taati oleh setiap peserta tutur
- Genre, yaitu jenis kegiatan seperti wawancara, diskusi, kampanye dan sebagainya. Konfigurasi fonem nama kedelapan faktor itu membentuk speaking.
Begitu pentingnya mengetahui konteks sehingga mengakibatkan perbedaan
yang mencolok antara dua kalimat yang sama tetapi berbeda konteksnya.
Lubis (1993:58) mengatakan bahwa konteks pemakaian bahasa dapat
dibedakan empat macam, seperti dipaparkan berikut:
- Kontek fisik (phisycal context) yang meliputi tempat terjadinya pemakaian bahasa dalam suatu komunikasi objek yang disajikan dalam peristiwa komunikasi dan tindakan atau perilaku dalam persitiwa psikologi.
- Konteks epistemis (epistemis context) atau latar beakang pengetahuan yang sama-sama diketahui oleh pembicara ataupun pendengar.
- Konteks linguistik (linguistics context) yang terdiri kalimat-kalimat atau tuturan yang mendahului satu kalimat atau tuturan tertentu dalam perinstiwa komunikasi.
- Konteks sosial (social context) yaitu relasi sosial atau latar setting yang melengkapi hubungan antar pembicara dengan pendengar.
Keempat konteks tersebut mempengaruhi kelancaran komunikasi ciri-ciri
konteks harus dapat diidentifikasi untuk mengakap pesan si pembicara.
Sejalan dengan pendapat di atas Hymes dalam Rustono (1999:21)
mengemukakan bahwa ciri konteks mencakup delapan hal sebagai berikut:
- Penutur
Menurut
Lubis dalam Rustono (1992:21-24) penutur adalah orang yang bertutur
dalam peristiwa tutur, dalam peristiwa tutur penutur perlu diketahui
karena untuk memuahkan dalam interpretasi maksud tuturan.
Maka
tuturan “operasi dilaksanakan pukul 08.00” maka tuturan itu tidak
jelas maksudnya tanpa diketahui penuturnya, namun jika tuturan itu
diekspresikan oleh dokter sebuah rumah sakit, maka maksud operasi
dalam tuturan tersebut adalah suatu usaha ang dilakukan oleh ahli
medis untuk menyembuhkan seorang pasien yang sedang sakit kronis.
Namun jika penuturnya seorang polisi yang bertugas di bagian
narkotika dan obat-obatan terlarang maksud tuturan operasi adalah
usaha untuk merazia para pemakai obat-obatan terlarang untuk dijaring
di bawa ke kepolisian.
- Mitra tutur
Mitra
tutur adalah orang yang diajak bicara yang menjadi pendengar maupun
perespon di dalam suatu pembocara. Perbedaan usia mitra tutur dapat
menjadikan tafisran yangberbeda terdapat maksud tuturan.
- Topik tuturan
Topik
tuturan merupakan topik yang dibicarakan dalam peristiwa tutur
(Rustono. 1999:22) jadi dalam peristiwa tutur tanpa adanya topik maka
arah pembicaraan dalam peristiwa tutur tidak akan dapa diketahui
maksudnya.
(1)
Itu namanya partikel.
Topik
tuturan di atas aabila membicarakan partikel dalam ilmu fisika maka
maksudnya adalah bentuk bahasa yang kecil sepeti: -la, kah, -tah,
-pun yang memperjelas hubungan.
- Waktu dan tempat bertutur
Ciri
konteks yang keempat ini berfungsi sebagai latar peristiwa tutur.
Selain waktu dan tempat bertutur latar juga berkenaan dengan hubungan
penutur dengan mitra tutur, gerak-gerik tubuh penutur seta roman muka
penutur (Rustono, 1999:22) berikut ini:
(2)
Tambah seribu
Tuturan
ini dapat dipahami maksudnya jika diketahui bahwa tuturan itu terjadi
di pasar, siang hari, hubungannya antara pedagang dan pembeli.
- Saluran atau media
Saluran
atau media adalah wahana mengungkapkan ekspesi, pengungkapan ekspresi
dapat secara lisan maupun tertulis. Berdasarkan bentuk saluran yang
digunakan mengungkapkan ekspresi dapat melalui surat, telegram,
telpon, tatap muka, dapat pula melalui televisi.
- Kode
Kode
adalah jenis bahasa yang digunakan, yang meliputi: bahasa Indonesia,
bahasa Jawa dialek Tegal, bahasa Jawa dialek Banyumasan maupun bahasa
asing. Apabila di dalam peristiwa tutur yang menggunakan saluran
media lisan dapat memilih salah satu dialek bahasa yang digunakan
(Rustono, 1999:23). Karena ketetapan memilih dialek dapat memperjelas
maksud.
- Amanat atau pesan
Amanat
atau pesan adalah suatu yang hendak disampiakan (Rustono, 1999:24).
Setiap peristiwa tutur pasti mengandung pesan yang akan disampaikan
kepada mitra tutur. Amanat hendaknya disampaikan dengan melihat
kondisi mitra tutur agar mudah untuk mengungkap isi pesan tersebut.
Apabila dalam peristiwa tutur mitra tuturnya bersifat umum, maka
bentuk amanatnya hendaknya secara umum agar maksud tuturannya dapat
tercapai.
- Peristiwa tutur dan kejadian
Pengertian
dari peristiwa tutur adalah terjadinya atau berlangsungnya interaksi
dalam suatu bentuk ujaran atau lebih yang meibatkan 2 pihak, yaitu
penutur dan mitra tutur dengan satu pokok tuturan dalam waktu, tempat
dan situasi tertentu.
Menurut
Tarigan (1987:33) bentuk dan makna bahasa harus disesuaikan dengan
konteks dan situasi atau keadaan. Situasi dan konteks yang berbeda
dapat menyebabkan suatu penafsiran yang berbeda pula dalam bahasa.
Keanekaragaman bahasa dapat juga ditentukan oleh faktor yang berakar
situasi bahasa, situasi sosial, dan kurun waktu. Berdasarkan pendapat
tersebut dapat dikatakan bahwa situasi dan konteks yang berbeda dapat
menyebabkan bahasa yang beragam karena dengan situasi atau tempat
yang berbeda dapat menyebabkan makna tuturan menjadi berbeda.
Tuturan
sebagai bentuk tindakan atau aktivitas yang dilakukan oleh seseorang
untuk mencapai tujuan tertentu. Menuturkan sebuah tuturan dapat
dilihat sebagai melakukan tindakan atau act (Purwo, 1990:9)
dalam hal itu yang bertindak melakukan tindakan adalah alat ucap.
- Wacana
- Pengertian Wacana
Wacana adalah rentetan kalimat yang berkaitan yang menghubungkan
proposisi satu dengan proposisi lain yang membentuk kesatuan (Alwi et
al, 1998:419).
Wacana adalah satuan bahasa yang terlengkap dan tertinggi atau
terbesar di atas kalimat atau klausa dengan koherensi dan kohesi
tinggi yang berkesinambungan, yang mampu mempunyai awal dan akhir
yang nyata disampaikan secara lisan atau tulis (Tarigan, 1987:27).
Sebuah wacana dapat terdiri atas kalimat (tutur) yang berurutan,
saling menopang dalam urutan makna secara kronologis karena sifat
linleritas bahasa. Sebuah teks kohesif dan koheren karena:
- Pasangan yang berdekatan
- Penafsiran lokal
- Prinsip analogi (tempat berpijak)
- Pentingnya koteks
Wacana adalah satu peristiwa yang terstruktur diwujudkan dalam
perilaku linguistik (bahasa) atau yang lainnya (Edmonson dalam
Darjasudarma, 1981:4) di sini wacana terikat dengan peristiwa yang
terstruktur, dan lebih jauh dijelaskan pula bahwa teks adalah
urutan-urutan ekspresi linguistik, yang terstruktur membentuk
keseluruhan yang padu atau uniter. Dalam hal ini penulis wacana
membedakan wacana yang terikat peristiwa (urutan ekspresi linguistik
yang membentuk keseluruhan yang padu (uniter)) dari teks terstruktur.
Pemahaman bahwa wacana merupakan satuan bahasa yang terlngkap dan
merupakan satuan tertinggi dalam hierarki gramatikal, adalah
pemahaman yang berasal dari pernyataan wacana (discourse)
adalah satuan bahasa terlengkap dalam hierarki gramatikal merupakan
satuan gramatikal tertinggi atau terbesar. Wacana ini direalisasikan
dalam bentuk karangan yang utuh berupa novel buku, seri ensiklopedia,
paragraf, kalimat atau kata yang membawa amanat yang lengkap,
dijelaskan bahwa wujud wacana dilihat dari segi tataran bahasa dari
mulai tataran yang terkecil “kata” dapat memuat makna yang utuh,
dilihat dari informasi didukungnya.
Di dalam sebuah wacana terdiri atas berbagai macam kalimat, salah
satunya adalah kalimat percakapan. Percakapan adalah perihal
bercakap-cakap (Tim Penyusun Kamus, 1993:146).
Percakapan adalah interaksi verbal yang berlangsung secara tertib dan
teratur dan melibatkan dua pihak atau lebih guna mencapai tujuan
tertentu sebagai wujud peristiwa (Rustono, 1998:25).
- Klasifikasi Wacana
Wacana dapat diklasifikasikan dengan berbagai cara bergantung dari
sudut pandangnya.
- Berdasarkan bentuk wacana
Tarigan
(1987:52-53) membagi bentuk wacana dalam dua kelompok yaitu wacana
tulis dan wacana lisan.
- Wacana tulis adalah wacana yang disampaikan secara tertulis. Media tulis untuk menerima, memahami atau menikmatinya penerima harus membaca.
- Wacana lisan adalah wacana yang disampaikan secara lisan sangat produktif dalam sarana televisi, radio, khotbah dan sebagainya.
- Berdasarkan pengungkapannya
Kridalaksana
(dalam Tarigan, 1987:55-56) membagi bentuk wacana berdasarkan
pengungkapannya, berbagi atas wacana langsung dan wacana tidak
langsung.
- Wacana langsung adalah kutipan wacana yang sebenarnya dan dibatasi oleh intonasi dan pluktuasi.
- Wacana tidak langsung adalah pengungkapan kembali wacana tanpa mengutip harfiah, kata-kata yang dipakai pembicara dengan mempergunakan konstruksi gramatikal (kata tertentu)
- Berdasarkan cara penuturnya
Kridalaksana
(dalam Tarigan, 1987:56) membagi dalam 2 kelompok sesuai dengan cara
penuturnya yaitu wacana eksposisi dan wacana narasi.
- Wacana eskposisi adalah wacana yang tidak mementingkan waktu dan penutur, berorientasi pada pokok pembicaraan dan bagian-bagiannya dilihat secara logis.
- Wacana narasi adalah wacana yang mementingkan urutan waktu dituturkan oleh personal pertama, ketiga dan waktu tertentu, berorientasi pada pelaku dan seluruh bagiannya dilihat oleh kronologis.
- Kerangka Berpikir
Bahasa
dalam keadaannya yang abstrak (karena berada di dalam benak) tidak
bisa langsung dicapai oleh pengamat tanpa melalui medium buatan
seperti kamus dan buku tata bahasa. Pengalamannya bahasa itu muncul
dalam tindak tutur atau tingkah tutur individual.
Sikap
bahasa adalah adalah keyakinan atau kondisi yang relatif berjangka
panjang, sebagai mengenai bahasa mengenai objek bahasa yang
memberikan kecenderungan kepada seseorang untuk bereaksi dengan cara
tertentu yang disenangi, dalam sikap bahasa inilah terdapat dua ciri
negatif dan sikap positif. Sikap negatf dapat terjadi adanya dorongan
untuk mempertahankan kemandiriannya, bahasa merupakan salah satu
peranan bahasa kesekiraan. Bahasa mulai melemah yang berlanjut
menjadi hilang sama sekali.
Bahasa
adalah wahana komunikasi dan tutur adalah penggunaan wahana itu oleh
pada suatu kejadian tertentu, sebuah kode tutur adalah: pengkodean
(encode) dari pesan khusus yang kemudian akan diedokan atau
ditafisrkan oleh seorang pendengar atau lebih. Tutur mempunyai dua
segi yaitu fisik dan psikologis bunyi-bunyi tutur yang kita dengar.
Bahasa hanya dapat dicapai dengan melalui tutur. Itulah sebabnya maka
dengan menganalisis ujaran kita boleh berharap untuk mengidentifikasi
satuan-satuan bahasa.
BAB III
METODE
PENELITIAN
- Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan
kualitatif adalah pendekatan yang berkaitan data yang tidak berupa
angka tetapi berupa kualitas bentuk-bentuk variabel yang berwujud
tuturan sehingga data yang dihasilkan berupa kata-kata tertulis atau
lisan tentang sifat-sifat individu, keadaan, gejala, dari kelompok
tertentu yang diamati (Muhadjir, 2000:44, Moeleong, 1994:6). Peneliti
menggunakan pendekatan kualitatif karena data penelitian berupa
bentuk-bentuki verbal bahasa yaitu berupa tuturan yang dilakukan oleh
para tokoh yang terdapat dalam novel Belantik karya Ahmad
Tohari.
Selain pendekatan kualitatif juga digunakan pendekatan deskriptif
pada penelitian ini. Pendekatan tersebut adalah suatu pendekatan yang
berupaya mengungkapkan sesuatu secara apa adanya (Sudaryanto,
1992:62). Pada penelitian ini penelitian yang dilakukan semata-mata
hanya berdasarkan pada fakta yang ada atau fenomena yang secara
empiris hidup pada penuturnya, sehingga yang dihasilkan berupa bahasa
yang biasa dilakukan sifatnya.
Tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah paparan tindak
tutur direktif yang dilakukan oleh para tokoh dalam novel Belantik
karya Ahmad Tohari.
- Data dan Sumber Data
Data penelitian ini berupa tuturan-tuturan yang dituturkan oleh para
tokoh dalam novel Belantik karya Ahmad Tohari. Tuturan-tuturan
tersebut tidak semuanya digunakan sebagai data tetapi digunakan hanya
tuturan-tuturan yang mengandung daya tindak tutur.
Tuturan-tuturan yang dijadikan sebagai data terdiri atas tindak tutur
direktif, tindak tutur representative tindak tutur ekspresif, tindak
tutur isbati.
Sumber data pada penelitian ini adalah sebuah novel berjudul Belantik
karya Ahmad Tohari, tebal keseluruhan berjumlah 142 halaman.
- Teknik Pengumpulan Data
Data dikumpulkan dengan menggunakan teknik observasi dan teknik
pencatatan. Dalam penelitian ini peneliti mengamati tuturan-tuturan
yang berada dalam novel Belantik karya Ahmad Tohari dijadikan
sebagai data dalam penelitian ini. Peneliti kemudian mencatat
tuturan-tuturan tersebut ke dalam kartu data.
Dalam mengumpulkan data peneliti menggunakan alat pengumpul data yang
disebut dengan kartu data. Secara lengkap kartu data dapat dilihat
sebagai berikut:
No. Data
|
Konteks Tuturan
|
Jenis tindak Tutur
|
Tuturan:
|
Keterangan:
Kartu data dibagi
menjadi tiga bagian yaitu:
- Bagian pertama berisi nomor data
- Data diberi nomor berdasarkan urutan penulis
- Kolom berisi konteks tuturan
Konteks tuturan
ditulis berdasarkan situasi yang terjadi di dalam percakapan para
tokoh dalam novel Belantik karya Ahmad Tohari.
- Kolom ketiga berisi jenis tindak tutur
- Bagian kedua berisi tuturan dari seorang tokoh yang terdapat dalam novel Belantik Karya Ahmad Tohari.
Dalam menentukan tuturan yang akan dianalisis diperlukan kriteria
tuturan untuk memudahkan dalam penentuannya. Adapun kriteria tuturan
itu adalah sebagai berikut:
- Berupa tuturan langsung tokoh cerita
- Mengandung satu gagasan yang tertuang dalam sebuah tuturan
- Tuturan itu dinyatakan dengan tanda petik awal dan akhir (Tresnati, 1998:20)
- Teknik Analisis Data
Dalam menganalisis data, peneliti menggunakan analisis pragmatis
yaitu analisis bahasa berdasarkan pada sudut pandang pramatik
(Rustono, 1999:18). Analisis ini untuk menemukan maksud penutur baik
diekspresi secara tersurat maupun yang diungkapkan secara tersirat
dibalik tuturan.
Adapun metode yang digunakan yaitu metode identifikasi. Metode
tersebut adalah metode yang dilakukan dengan cara menetapkan suatu
jenis tindak tutur. Tindak tutur yang mempunyai kesamaan
karakteristik diklasifikasi ke dalam satu jenis tindak tutur,
sedangkan tindak tutur yang memiliki perbedaan karakteristik
diklasifikasi ke dalam satu jenis tindak tutur yang berbeda. Atas
dasar pengujian jenis tindak tutur berdasarkan kriteria pengujian
jenis tindak tutur, kriteria tersebut adalah menyatakan perintah,
evaluasi, berjanji, pernyataan status atau hal yang baru.
Kegiatan analisis data dilakukan dalam empat tahap, yaitu transkripsi
data, klasifikasi data, dan analisis data.
- Transkripsi data
Pada tahap transkripsi data penulis mentranskripsi data yang berasal
dari tuturan para tokoh dalam novel Belantik karya Ahmad
Tohari ke dalam kartu data.
Berikut adalah
contohnya:
No. Data
|
Konteks Tuturan
|
Jenis Tindak Tutur
|
Kanjat akan pergi ke Jakarta untuk mencari Lasi, dia
berbicara kepada Pardi
|
Tindak tutur direktif menyuruh
|
|
Tuturan:
“Saya bilang cari supir pengganti sekarang juga, dan kamu ikut
saya mencari Lasi di Jakarta. Dia harus segera dicari dan kita
bawa pulang kemari. Ini sangat mendesak, jadi kamu jangan banyak
omong.
|
- Klasifikasi data
Klasifikasi dilakukan untuk memilah atau mengklasifikasi tuturan
berdasarkan jenis tindak tutur.
Data dalam penelitian ini dianalisis menggunakan metode analisis
heuristik. Metode tersebut adalah metode yang berupaya
mengidentifikasi daya pragmatis sebuah tuturan dengan merumuskan
hipotesis kemudian mengujinya berdasarkan data tersedia (Leech,
1993:60-62). Jika hipotesis tidak teruji dibuatlah hipotesis baru.
Semua proses berulang sampai akhirnya tercapai suatu pemecahan
masalah, yaitu berupa hipotesis yang teruji kebenarannya.
Bagan berikut
menggambarkan alur analisis heuristik.
Bagan Alur Heuristik
Problem Hipotesis Pengujian
Gagal
Interpelasi Berhasil
Menurut Leech (1997:261) hipotesis pada bagan itu dapat diformulasi
dengan memakai proposisi sebagai lambing makna tuturan. Hipotesis
tuturan dapat ditulis dengan formulasi sebagai berikut:
- Penutur mengatakan bagian cerita menjadi tujuan permasalahan masalah.
- Tujuan penutur ialah agar penutur mengetahui bahwa bagian cerita bertolak dari prinsip-prinsip pragmatik yang hipotesis diuji apakah data dan seduai dengan bukti kontekstual dengan konsekuensi.
- Penutur yakin bahwa ini bagian cerita
- Penutur yakin (bahwa penutur tidak mengetahui bagian cerita)
- Penutur yakin (bahwa sebaiknya, penutur mengetahui tentang bagian cerita).
- Teknik pemaparan hasil analisis data
Setiap data yang telah dianalisis menghasilkan kaidah yang harus
ditulis untuk dimasyarakatkan. Cara yang dikenal sebagai metode
penyajian kaidah ada dua macam yaitu bersifat formal (Sudaryanto,
1993:144). Teknik pemaparan hasil analisis secara informal adalah
perumusan dengan kata-kata, sedangkan pemaparan hasil analisis secara
formal adalah perumusan dengan tanda atau lambang-lambang.
BAB
IV
JENIS
TINDAK TUTUR DIREKTIF DALAM WACANA
NOVEL BELANTIK
KARYA AHMAD TOHARI
Pada
bab IV ini dipaparkan hasil penelitian tindak tutur direktif dalam
wacana novel Belantik karya Ahmad Tohari. Sesuai dengan
masalah dan tujuan penelitian ini meliputi jenis tindak tutur
direktif dalam wacana novel Belantik karya Ahmad Tohari.
Adapun hasil penelitian tersebut dipaparkan sebagai berikut:
A. Jenis Tindak
Tutur dalam Wacana Novel Belantik Karya Ahmad
Tohari
Data
yang analisis ditemukan di dalam wacana novel Belantik
meliputi tindak tutur direktif terdiri dari tuturan memaksa,
mengajak, meminta, menyuruh, mendesak, memohon, menyarankan,
memerintah, menantang dan menuntut.
1. Tindak Tutur
Direktif
Tindak
tutur direktif adalah tindak tutur yang dimaksudkan penuturnya agar
mitra tutur melakukan tindakan yang disebutkan dalam tuturan itu.
Yang termasuk dalam tindak tutur direktif meliputi memaksa, mengajak,
meminta, menyuruh, mendesak, memohon, menyarankan, memerintah,
menantang dan menuntut.
a. Tindak Tutur
Direktif Memaksa
Tindak
tutur yang dilakukan oleh penuturnya dengan maksud agar si pendengar
melakukan tindakan yang disebutkan dalam tuturan yang berisi memaksa
disebut dengan tindak tutur direktif memaksa. Tuturan memaksa adalah
tuturan yang dilakukan oleh seseorang dengan maksud untuk menyuruh
kepada orang lain secara paksa, biasanya berkonotasi kasar.
(1) KONTEKS : BU LANTING MELIHAT DI MOBIL BLAKASUTA DAN
MENGHENTIKAN MOBIL YANG DITUMPANGI
Tuturan : “Berhenti, berhenti. Dan kamu, Lasi, turun. Turun. Kamu
mau minggat lagi? Dengar! Pak Bambung memang sudah jadi orang
tahanan. Tetapi apa kamu kira tidak ada bapak-bapak lain, pelobi,
pejabat, politikus, pengusaha, yang ngiler kamu? Pokoknya, di Jakarta
ini masih banyak belantik yang duitnya banyak. Mari kita bokong
mereka! Dan rogoh kantong mereka. Jadi, kamu, Lasi, turun!” (B:
140)
Tuturan “Dan kamu,
Lasi, turun. Turun”, dilakukan oleh Bu Lanting kepada Lasi dengan
maksud agar Lasi turun dari mobil. Dengan demikian kutipan (1)
merupakan tindak tutur direktif memaksa karena tuturan tersebut
dimaksudkan oleh Bu Lanting untuk memaksa lagi spaya turun dari mobil
yang dikemudi oleh Blakasuta.
Tindak
tutur direktif memaksa juga terdapat pada kutipan di bawah ini:
(2) KONTEKS : BU LANTING BERSAMA NAYOR BRANGAS MEMAKSA LASI UNTUK
IKUT PULANG KE JAKARTA.
Tuturan : “Ayo, Las. Kamu telah membuat Pak Bambung benar-benar
marah. Sekarang kamu harus ikut kami pulang ke Jakarta. Kalau kamu
menurut, kami berjanji memperlakukan kamu seperti biasa. Namun bila
kamu banyak tingkah, tak tahulah. Yang jelas Pak Brangas pasti sudah
menyiapkan borgol buat kamu. Jadi, daripada di gelandang ke kantor
polisi, lebih baik kamu turuti kata-kata saya. Ayo, mana tas kamu?
Eh, nanti dulu! Apakah barang itu kamu bawa?” (B: 99)
Tuturan “Sekarang
kamu harus ikut kami puilang ke Jakarta”, dilakukan oleh Bu Lanting
kepada Lasi dengan maksud agar Lasi mau pulang ke Jakarta. Kutipan
wacana (2) merupakan tindakan direktif memaksa karena tuturan itu
dimaksudkan oleh Bu lanting kepada Lasi supaya ikut ke Jakarta.
Tindak
tutur direktif memaksa juga terdapat pada kutipan wacana berikut ini.
(3) KONTEKS : BAMBUNG MEMAKSA DAN MEMBOPONG LASI KEMUDIAN MENURUKAN
KE ATAS SOFA
Tuturan : Tidak mau? Wong ayu, kamu tidak mau? Ya tidak mengapa.
Karena tak ada cerita Gatotkaca memaksa Pergiwa kan? Gatotkaca hanya
akan menikmati Pergiwa yang manut miturut. Gatotkaca memang betul.
Memaksakan kehendak hasilnya tidak bisa memberi kepuasan. Jadi kita
ngobrol saja.” (B: 53)
Tuturan “Tidak
mau? Wong ayu, kamu tidak mau?” dilakukan oleh Bambung kepada Lasi
dengan maksud Lasi mau melayani kepuasaan birahi. Kutipan wacana (3),
merupakan tindak tutur direktif memaksa karena tuturan itu berisi
suatu paksaan yang dilakukan bambung kepada Lasi.
Tindak
tutur direktif memaksa juga terdapat pada kutipan di bawah ini.
(4) KONTEKS : BU LANTING MENELPON KAMAR LASI DENGAN NADA KESAL
Tuturan : “Peduli anak siapa, karena kamu hamil, besok kamu saya
bawa ke dokter. Bersiaplah jam delapan pagi” (B: 116).
Tuturan “Karena
kamu hamil, besok kamu saya bawa ke dokter” dilakukan oleh Bu
Lanting kepada Lasi dengan maksud untuk membawa ke dokter tentang
kehamilannya. Kutipan waacana (4) merupakan tindak tutur direktif
memaksa karena tuturan itu dimaksudkan oleh Bu Lanting kepada Lasi
supaya ikut ke dokter.
Tindak
tutur direktif memaksa juga terdapat pada kutipan di bawah ini.
(5) KONTEKS : BU LANTING BERBICARA KEPADA LASI
Tuturan : “Oalah Las, saya kan sudah bilang, soal kalung tak
penting bagi Pak Bambung. Kamulah! Saya pun tak berani main-main.
Jadi, jangan banyak omong lagi. Ayo ikut kami”. (B: 99).
Tuturan:
“Jangan banyak omong lagi, ayo ikut kami” dilakukan oleh Bu
Lanting kepada Lasi dengan maksud Lasi jangan bicara. Dengan demikian
kutipan (5) merupakan tindak tutur direktif memaksa karena tuturan
tersebut dimaksudkan oleh Bu Lanting untuk memaksa Lasi untuk
mengikuti kemauan Bu Lanting.
Tindak
tutur direktif memaksa juga terdapat pada kutipan di bawah ini.
(6) KONTEKS : LASI MENERIMA TELEPON DARI BU LANTING DENGAN NADA
TINGGI
Tuturan : “Ah kamu bagaimana? Apa kamu nggak ngerti apa yang
dimaui lelaki bila sudah berdua-dua dengan perempuan? Aku khan sudah
bilang, turuti maunya.” (B: 57).
Tuturan
“Apa kamu nggak ngerti apa yang dimaui lelaki bila sudah berdua-dua
dengan perempuan? Aku kan sudah bilang, turuti maunya?” dilakukan
oleh Bu Lanting kerpada Lasi dengan maksud agar Lasi mau menuruti
keinginan Handarbeni. Dengan demikian kutipan (6) merupakan tindak
tutur direktif memaksa karena tuturan tersebut dimaksudkan oleh Bu
Lanting untuk memaksa keinginan Bu Lanting untuk melayani keinginan
Handarbeni.
b. Tindak Tutur
Direktif Mengajak
Tindak
tutur direktif mengajak adalah tindak tutur yang dilakukan penuturnya
dengan maksud agar si pendengar melakukan tindakan yang disebutkan
dalam tuturan mengajak. Tuturan tersebut merupakan tuturan yang
dilakukan untuk meminta supaya turut atau membangkitkan hati supaya
melakukan sesuatu.
Berikut
adalah kutipan wacana hasil analisis yang termasuk ke dalam jenis
tindak tutur direktif mengajak.
(7) KONTEKS : LASI MENGAJAK PULANG BLAKASUTA KE KARANG SOGA.
Tuturan : “Kita pulang ke Karangsoka ya, Kang? Eh aku sebaiknya
panggil apa?” (B: 140)
Tuturan
“Kita pulang ke Karangsoka ya, Kang”? dituturkan oleh Lasi dengan
maksud agar Blakasuta mau diajak Lasi pulang ke Karangsoga. Oleh
sebab itu, kutipan wacana (7) merupakan tindak tutur direktif
mengajak karena berisi ajakan yang dilakukan oleh Lasi kepada
Blakasura.
Tindak
tutur direktif mengajak juga terdapat pada kutipan wacana berikut
ini.
(8) KONTEKS : SETELAH BERBICARA BU LANTING MENGAJAK LASI KE KAMAR
Tuturan : “Kalau begitu kita istirahat dulu, ayo, kamu kuantar ke
kamar kamu. Kukira pak Bambung sudah pesan kamar superluks buat kau.
Nomor berapa kamar untuk Lasi, Pak Bambung?”(B: 31)
Tuturan
“Kalau begitu kita istirahat dulu, ayo, kamu kuantar ke kamar
kamu”, dilakukan oleh B Lanting kepada Lasi dengan maksud untuk
mengajak Lasi istirahat di kamar. Oleh sebab itu, kutipan wacana (8)
merupakan tindak tutur direktif mengajak karena tuturan tersebut
berisi ajakan yang dilakukan oleh Bu Lanting untuk beristirahat dan
mengantarkan ke kamar Lasi.
Tindak
tutur direktif mengajak juga terdapat pada kutipan wacana berikut
ini.
(9) KONTEKS : SETELAH BERBELANJA BU LANTING MENGAJAK LASI KE HOTEL
Tuturan : “Beres, Las, kamu habis sampai tak seribu dolar Amerika
Serikat, sudah aku beres, jadi ayo kita berangkat. Barang-barang yang
barusan kita beli akan di antar ke hotel.” (B: 29)
Tuturan
“Kamu habis sampai tak seribu dolar Amerika Serikat, sudah aku
beres ayo kita berangkat”, dituturkan oleh Bu Lanting kepada Lasi
dengan maksud untuk mengajak pulang dari berbelanja. Oleh sebab itu,
kutipan wacana (9) merupakan tindak tutur direktif mengajak karena
tuturan tersebut berisi ajakan yang dilakukan Bu Lanting kepada Lasi
untuk segera pulang dari berbelanja dan kembali menuju ke hotel.
Tindak
tutur direktif mengajak juga terdapat pada kutipan wacana berikut
ini.
(10) KONTEKS : SOPIR TAKSI BERBICARA KEPADA LASI
Tuturan : “Daripada pergi tanpa tujuan, bu, apa tidak baik kita
nonton saja? Sekarang filmnya bagus. Bagaimana?” (B: 64)
Tuturan
“Bu, apa tidak baik kita nonton saja? Sekarang filmnya bagus.
Bagaimana?” dituturkan oleh sopir aksi dengan maksud untuk mengajak
Lasi untuk menonton film. Oleh sebab itu kutipan wacana (10)
merupakan tindak tutur direktif mengajak karena berisi ajakan yang
ditunjukkan oleh supir taksi kepada Lasi untuk menonton film.
Tindak
tutur direktif mengajak juga terdapat pada kutipan wacana berikut
ini.
(11) KONTEKS : LASI GEMBIRA DI AJAK KE RUMAH PAMAN NGALMI BERSAMA
KANJAT
Tuturan : “Kalau bisa secepatnya malam ini pun ayo.” (B : 86)
Tututran
“kalau bisa secepatnya malam ini pun ayo” dituturkan oleh Kanjat
kepada Lasi dengan maksud untuk mengajak ke rumah Paman Ngalwi. Oleh
sebab itu, kutipan wacana (11) merupakan tindak tutur direktif
mengajak karena berisi ajakan kepada Lasi kepada Kanjat.
Tindak
tutur direktif mengajak juga terdapat pada kutipan berikut ini.
(12) KONTEKS : BU LANTING BERBICARA KEPADA LASI
Tuturan : “Ayo, Las. Kamu telah membuat Pak Bambung benar-benar
marah. Sekarang kamu harus ikut pulang ke Jakarta. Kalau kamu
menurut, kami berjanji memperlakukan kamu seperti biasa. Namun bila
kamu banyak tingkah, tak tahulah. Yang jelas Pak Brangas pasti
menyiapkan borgol buat kamu. Jadi, dari pada digelandang ke kantor
polisi, lebih baik kamu turuti kata-kata saya. Ayo, mana tas kamu?
Eh, nanti dulu! Apakah barang itu kamu bawa?” (B: 99)
Tuturan
“Ayo, Las. Kamu telah membuat Pak Bambung benar-benar marah,
sekarang kamu harus ikut kami pulang ke Jakarta” dituturkan oleh Bu
Lanting dengan maksud agar Lasi mau diajak pulang ke Jakarta. Karena
Lasi telah membuat Pak Bambung marah. Oleh sebab itu, kutipan wacana
(12) merupakan tindak tutur direktif mengajak karena berisi sebuah
ajaran yang dilakukan oleh Bu Lanting kepada Lasi.
c. Tindak Tutur
Direktif Meminta
Tindak
tutur meminta adalah tindak tutur yang dilakukan oleh penuturnya
dengan maksud agar si pendengar melakukan tindakan yang disebutkan di
dalam tuturan yang berisi permintaan. Tuturan yang digunakan untuk
mengutarakan suatu permintaan.
Berikut
ini merupakan kutipan wacana yang berjenis tindak tutur direktif
meminta.
(13) KONTEKS : LASI MEMUTUSKAN PERGI BERSSAMA SOPIR TAKSI
Tuturan : “Antar saya ke Pasar Minggu” (B: 65)
Tuturan
“Antar saya ke pasar minggu” dilakukan oleh Lasi kepada soipir
taksi dengan maksud untuk meminta mengantarkan ke Pasar Minggu. (13)
merupakan tindak tutur direktif meminta karena tuturan berisi suatu
permintaan yang diucapkan oleh Lasi guna meminta mengantarkan ke
Pasar Minggu.
Tindak
tutur direktif meminta juga terdapat pada kutipan wacana beriktu ini.
(14) KONTEKS : LASI BERBICARA DENGAN KANJAT MELALUI TELEPON
Tuturan : “Ya, aku minta kamu percaya padaku. Aku dan anakmu akan
tetap suci. Tapi, tapi maaf, Jat, aku harus menutup telepon. Aku
mendengar ada orang datang. Bu Lanting” (B:112)
Tuturan
“Ya, aku minta kamu percaya padamu” dilakukan oleh Lasi kepada
Kanjat untuk meminta percaya pada dirinya bahwa anaknya akan
baik-baik saja. Oleh karena itu, kutipan wacana (14) merupakan tindak
tutur direktif meminta karena berisi tuturan yang digunakan untuk
menyatakan suatu permintaan yang diucapkan Lasi kepada Kanjat guna
meminta percaya pada diri Lasi.
Tindak
tutur direktif meminta juga terdapat pada kutipan wacana berikut ini.
(15) KONTEKS : LASI BERBICARA KEPADA KANJAT
Tuturan : “Jat, aku lapar, kudengar di luar ada tukang sate”. (B:
96)
Tuturan
“Jat, aku lapar, kudengar di luar ada tukang sate”. Dilakukan
oleh Lasi kepada Kanjat dengan maksud meminta Kanjat mau membelikan
sate ayam karena perutnya lapar. Oleh karena itu, kutipan (15)
merupakan tindak tutur direktif meminta karena tuturan berisi suatu
permintaan Lasi kepada Kanjat untuk meminta membelikan sate ayam.
Tindak
tutur direktif meminta juga terdapat pada kutipan wacana berikut ini.
(16) KONTEKS : MBOK TIR MENGINGINKAN KANJAT UNTUK SEGERA MENIKAH DAN
BERBICARA KEPADA MUKRI UNTUK MEMBAWAKAN CALON ISTRI
Tuturan : “Nah, sekarang sudah hampir bulat. Mukri, pergilah dan
bawa Lasi serta emaknya kemari. Katakan aku sangat ingin bertemu
dengan mereka jangan lebih dari itu.”
Tuturan
“Mukri, pergilah dan bawa Lasi serta emaknya kemari” dilakukan
oleh Mbok Tir kepada Mukri dengan maksud untuk meminta dan membawa
Lasi kemari bersama dengan emaknya dan ingin segera bertemu. Oleh
karena itu, kutipan wacana (16) merupakan tindak tutur direktif
meminta karena tuturan tersebut berisi suatu permintaan dari Mbok Tir
kepada Mukri untuk membawa Lasi dan emaknya.
Berikut
ini merupakan kutipan wacana yang berjenis tindak tutur direktif
meminta.
(17) KONTEKS : BU LANTING DAN PAK BAMBUNG MENEMUI LASI
Tuturan : “Baiklah kalau kamu belum mandi. Sekarang duduklah. Aku
dan Pak Bambung mau bicara dulu”. (B: 34).
Tuturan:
“Sekarang duduklah. Aku dan Pak Bambung mau bicara dulu”
dituturkan oleh Bu Lanting kepada Lasi dengan maksud untuk meminta
Lasi untuk duduk karena Bu Lanting ia bicara. Oleh karena itu,
kutipan wacana (17) merupakan tindak tutur direkstif meminta karena
tuturan tersebut berisi suatu permintaan yang diucapkan oleh Bu
Lanting untuk meminta Lasi untuk mendengarkan yang dibicarakan oleh
Bu Lanting dengan Pak Bambung.
Kutipan
wacana berikut ini juga merupakan tindak tutur direktif meminta.
(18) KONTEKS : LASI BERBICARA KEPADA KANJAT DENGAN KESEDIHAN YANG
DIRASAKAN LASI.
Tuturan : “Kamulah satu-satunya orang yang harus menemani aku
dalam kesusahan ini. Oh terima kasih kamu datang” (B: 137)
Tuturan
“Kamulah satu-satunya orang yang harus menemani aku dalam kesusahan
ini” dituturkan oleh Lasi kepada Kanjat dengan maksud meminta
Kanjat menemani Lasi dalam kesusahan. Oleh karena itu, kutipan wacana
(18) merupakan tindak tutur direktif meminta karena tuturan tersebut
berisi suatu permintaan yang diucapkan oleh Lasi untuk meminta Kanjat
menemani Lasi.
Tindak
tutur direktif meminta juga terdapat dalam kutipan di bawah ini.
(19) KONTEKS : PAK BAMBUNG DAN BU LANTING BERBICARA DI KAMAR LASI
Tuturan : “Nah, Las, tolonglah kami. Aku minta kamu mau
mewakiliku mendampingi Pak Bambung pada acara makan malam nanti.
Tolonglah kami, Las.”
Tuturan
“Aku minta kamu mau mewakili mendampingi Pak Bambung pada acara
makan malam nanti”. Dituturkan oleh Bu Lanting kepada Lasi dengan
maksud untuk meminta Lasi untuk menemani Pak Bambung dan mendampingi
pada acara makan malam. Oleh karena itu, kutipan wacana (19)
merupakan tindak tutur direktif meminta karena tuturan tersebut
berisi suatu permintaan Bu Lanting agar Lasi mau menemani Pak Bambung
pada acara makan malam.
- Tindak Tutur Direktif Menyuruh
Tindak
tutur direktif menyuruh adalah tindak tutur yang dilakukan oleh
penuturnya dengan maksud agar si pendengar melakukan tindakan yang
disebutkan dalam tuturan yang berisi tuturan menyuruh. Tuturan ini
merupakan tuturan yang digunakan untuk memerintah agar seorang
melakukan sesuatu.
Berikut
ini merupakan tindak tutur direktif menyuruh.
(20) KONTEKS : LASI DUDUK DI KURSI PANJANG BERSAMA KANJAT DENGAN
WAJAH BUNTU DAN MENUNDUK
Tuturan : “Jat, aku tak jadi bicara. Entahlah sekarang sebaiknya
kamu pulang saja. Terima kasih atas kebaikanmu datang kemari.” (B:
132)
Tuturan
“sebaiknya kamu pulang saja.” Dituturkan oleh Lasi kepada Kanjat
dengan maksud agar Kanjat segera pulang. Oleh sebab itu, kutipan
wacana (20) merupakan tindak tutur direktif menyuruh karena tuturan
tersebut berisi suruhan yang dilakukan oleh Lasi kepada Kanjat yang
ada di rumahnya.
Kutipan
berikut ini merupakan tindak tutur direktif menyuruh
(21) KONTEKS : BU LANTING BERBICARA KEPADA BAMBUNG LEWAT TELEPON
Tuturan : “Wah kalau begitu jangan tinggalkan dia. Jaga Lasi, dan
jangan sampai dia sakit karena tidak mau makan. Terserah kamulah yang
jelas saya percaya kamu bisa mengatasi masalah ini.” (B:102)
Tuturan “Jaga Lasi, dan jangan sampai dia sakit karena dia tidak
mau makan.” Dituturkan oleh Bu Lanting kepada Bambung dengan maksud
menyuruh Bambung menjaga Lasi agar ia tidak sakit karena tidak mau
makan. Dengan demikian, kutipan wacana (21) merupakan tindak tutur
direktif menyuruh karena berisi suruhan yang dilakukan oleh Bu
Lanting supaya Bambung tetap menjaga Lasi agar ia tidak sakit.
Kutipan
berikut merupakan tindak tutur direktif menyuruh.
(22) KONTEKS : KANJAT MENYURUH ORANG UNTUK MENCARI PARDI
Tuturan : “Kamu temani aku ke Jakarta.”
Tuturan
“Kamu temani aku ke Jakarta” dituturkan oleh Kanjat kepada orang
untuk mencari Pardi dengan maksud untuk mencari dan menemani di
Jakarta. Oleh sebab itu, kutipan wacana (22) merupakan tindak tutur
direktif menyuruh karena tuturan tersebut dilakukan oleh Kanjat
dengan maksud untuk menyuruh orang untuk mencari Pardi dan menemani
saat ada di Jakarta.
Tindak
tutur direktif meminta juga terdapat dalam wacana di bawah ini.
(23) KONTEKS : LASI BERBICARA KEPADA SUPIR TAKSI DENGAN NADA DATAR
Tuturan : “Antar saya ke Cikini” (B: 64).
Tuturan
“Antar saya ke Cikini” dituturkan oleh Lasi kepada supir taksi
dengan maksud untuk mengantar Lasi ke Cikini. Dengan demikian,
kutipan wacana (23) merupakan tindak tutur direktif minta karena
berisi suatu permintaan dari Lasi kepada supir taksi untuk mengantar
ke Cikini.
- Tindak Tutur Direktif Mendesak
Tindak
tutur direktif mendesak adalah tindak tutur yang dilakukan oleh
penuturnya dengan maksud agar si pendengar melakukan tindakan yang
disebutkan dala tuturan mendesak. Tuturan mendesak adalah tuturan
yang dilakukan oleh seseorang dengan maksud agar melakukan sesuatu
untuk segera dilakukan. Berikut adalah kutipan wacana yang yang
berjenis tindak tutur direktif mendesak.
(24) KONTEKS : LASI KECEWA PADA BU LANTING YANG PINDAH KE HOTEL DAN
MENANYAKAN TEMPAT TINGGAL
Tuturan : “Ibu? Dimana ibu sekarang?” (B: 47)
Tuturan
“ibu? Dimana ibu sekarang?’ dilakukan oleh Lasi kepada Ibu
Lanting dengan maksud untuk mendesak Bu Lanting agar memberi tahu
keberadaan tempat tinggal kepada Lasi. Dengan demikian, kutipan
wacana (24) meruakan tindak tutur direktif mendesak karena berisi
suatu desakan terhadap Bu Lanting untuk memberitahu dimana dia berada
kepada Lasi.
Berikut
ini juga merupakan kutipan wacana yang berjenis tindak tutur direktif
mendesak.
(25) KONTEKS : KANJAT MENGINGINKAN LASI UNTUK MENJADI PENDAMPING
HIDUP
Tuturan : “Aduh, Jat, aku tidak bisa. Sekali lagi, bukan karena aku
tidak mau jadi istrimu. Tetapi karena aku tahu diri. Jadi lupakan
keinginan itu atau bila kamu benar-benar mau menolong, antarkan aku
ke …” (B: 85)
Tuturan
“Aduh, Jat, aku tidak bisa. Sekali lagi, bukan karena aku tidak mau
jadi istrimu.” Dilakukan oleh Kanjat kepada Lasi dengan maksud
untuk mendesak Lasi untuk dijadikan istri tetapi Lasi menolaknya dan
ia tidak bisa apa yang diinginkan oleh Kanjat. Dengan demikian,
kutipan waacana (25) merupakan tindak tutur direktif mendesak karena
berisi suatu desakan terhadap Lasi untuk menjadikan istri Kanjat..
Berikut
ini juga merupakan kutipan wacana yang berjenis tindak tutur direktif
mendesak.
(26) KONTEKS : LASI MENANYAKAN KEPADA KANJAT TENTANG PENDAMPING
HIDUP
Tuturan : “Belum juga. Entahlah, rasanya aku belum ketemu orang
yang cocok.” (B: 82)
Tuturan
“Entahlah, rasanya aku belum ketemu orang yang cocok.” Diucapkan
oleh Lasi kepada Kanjat dengan masud untuk mendesak Kanjat tidak ada
orang yang cocok untuk dijadikan istri. Oleh sebab itu, kutipan
wacana (26) merupakan tindak tutur direktif mendesak karena berisi
suatu desakan terhadap Kanjat agar ia menemukan orang yang cocok.
Berikut
ini juga kutipan wacana yang berjenis tindak tutur direktif mendesak
(27) KONTEKS : BU LANTING BERBICARA KEPADA LASI TENTANG KESEHATAN
HANDARBENI
Tuturan : “Ah, emang tidak mudah mengobati kelemahan. Apalagi
terhadap lelaki di atas enam puluh. Lalu, Las, apa kamu masih bisa
menerima dia?” (B: 27-28).
Tuturan
“Apa kamu masih bisa menerima dia”. Dituturkan oleh Bu Lanting
kepada Lasi dengan maksud untuk mendesak Lasi untuk menerima
Handarbeni yang umurnya sudah tua. Dengan demikian, kuitpan wacana
(27) merupakan tindak tutur direkstif mendesak karena bersii suatu
desakan terhadap lasi untuk menerima handarbenmi.
Berikut
ini juga merupakan kutipan wacana yang berjenis tindak tutur direktif
mendesak.
(28) KONTEKS : SUPIR TAKSI MENANYAKAN KEPADA LASI PERGI KE TEMPAT
TUJUAN
Tuturan : “Jadi ibu mau kemana?” (B: 64)
Tuturan
“Jadi ibu mau kemana?” diuturkan oleh supir taksi kepada Lasi
dengan maksud untuk mendesak Lasi untuk mengatakan tempat tujuan.
Dengan demikian, kutipan wacana (28) merupakan tindak tutur direktif
mendesak karena berisi suatu desakan terhadap Lasi untuk mengatakan
tempat yang didatangi.
- Tindak Tutur Direktif Memohon
Tindak
tutur direktif memohon adalah tindak tutur yang dilakukan oleh
penuturnya dengan maksud agar si pendengar melakukan tindakan yang
disebutkan dalam tuturan yang berfungsi untuk memohon. Tuturan
memohon adalah tuturan yang dilakukan oleh penutur untuk mendapat
sesuatu atau berharap-harap supaya diberi atau meminta dengan hormat.
(29) KONTEKS : KANJAT BERBICARA KEPADA MBOK WIRYAJI DAN INGIN
BERTEMU DENGAN LASI
Tuturan : “Mungkin lelah, mbok. Tetapi kalau dia tak keberatan saya
ingin bertemu dia.” (B: 80)
Tuturan
“Mungkin lelah, mbok. Tetapi kalau dia tak keberatan saya ingin
bertemu dia”, diucapkan oleh kanjat kepada Mbok Wiryaji dengan
maksud untuk memohon bertemu dengan Lasi yaitu Lasi mau menemui
Kanjat.
Di
bawah ini juga merupakan kutipan wacana yang berjenis tindak tutur
direktif memohon.
(30) KONTEKS : MAYOR BRANGAS BERBICARA KEPADA KANJAT
Tuturan : “Betul. Dan saya harap Bung tidak mengganggu pelaksanaan
tugas saya.” (B: 99)
Tuturan
“Betul. Dan saya harap Bung tidak mengganggu pelaksanaan tugas
saya” dituturkan oleh mayor Brangas kepada Kanjat dengan maksud
agar Kanjat tidak mengganggu pelaksanaan mayor Brangas untuk membawa
dan menangkap Lasi ke Jakarta. Dengan demikian, kutipan wacana (30)
merupakan tindak tutur memohon karena tuturan tersebut berisi sebuah
permohonan yang dilakukan oleh Mayor Brangas kepada Kanjat agar
Kanjat tidak mengganggu dan mencampuri urusan saat pelaksanaan tugas
untuk membawas Lasi ke Jakarta.
Tindak
tuur direktif memohon juga terdapat pada kutipan wacana berikut ini.
(31) KONTEKS : PARDI BEBICARA KEPADA POLISI DENGAN MAKSUD UNTUK
BERKUNJUNG MENEMUI LASI DI TAHANAN
Tuturan : “Tentu, pak. Jauh-jauh dari kampung kami datang untuk
memang bertemu da. Jadi, tolong pak, usahakan agar kami bisa bertemu
tahanan itu.” (B: 135)
Tuturan
“Jadi, tolong pak, usahakan agar kami bisa bertemu tahan itu.”,
dituturkan oleh Pardi kepada polisi dengan maksud untuk memohon
pertolongan kepada polisi supaya mengusahakan Pardi untuk bertemu
dengan Lasi. Dengan demikian, kutipan wacana (31) merupakan tindak
tutur direktif memohon karena berisi permohonan dari Pardi kepada
polisi.
Tindak
tutur direktif memohon juga terdapat pada kutipan wacana berikut ini.
(32) KONTEKS : EYANG MUS BERBICARA KEPADA KANJAT UNTUK MEMBEBASKAN
LASI
Tuturan : “Kamu kan sudah jadi insinyur dan teman Lasi sejak
kecil. barangkali kamu punya cara untuk menolong dia” (B: 78)
Tuturan
“Barangkali kamu punya cara untuk menolong dia” dituturkan oleh
Eyang Mus kepada Kanjat dengan maksud untuk memohon Kanjat untuk
menolong Lasi. Dengan demikian, kuitpan wacana (32) merupakan tindak
tutur memohon karena berisi sebuah permohonan yang dilakukan Eyang
Mus kepada Kanjat agar Lasi bisa bebas.
- Tindak Turur Direktif Menyarankan
Tindak
tutur menyarankan adalah tindak tutur yang dilakukan oleh penuturnya
dengan maksud agar si pendengar melakukan tindakan yang disebutkan
dalam tuturan yang berisi saran atau anjuran.
Tindak
tutur direktif menyarankan terdapat pada kutipan wacana berikut ini.
(33) KONTEKS : BU LANTING MEMBERI SARAN EPADA PAK HANDARBENI TENTANG
BERKISAR
Tuturan : “Lho, pak khan, daripada anda kehilangan jabatan dari
karier politik? Sudah saya bilang, saol berkisar, anda bisa mencari
yang baru. Jangan kawatir, nanti saya bantu, mau yang rambon Cina
Arab, Spanyol, atau Yahudi? Atau malah rambon China-Irian yang
terakhir ini lagi mode lho.” (B: 12)
Tuturan
“Lho, pak han, daripada anda kehilangan jabatan dan karier politik?
Sudah saya bilang, soal berkisar.”, dituturkan oleh Bu Lanting
kepada Handarbeni dengan maksud agar Handarbeni mempertahankan
jabatan atau karier. Oleh sebab itu, kutipan wacan (33) merupakan
tindak tutur direktif menyarankan karena tuturan tersebut berisi
sebuah saran yang dilakukan oleh Bu Lanting kepada Handarbeni untuk
dapat mempertahankan jabatan serta membantu soal berkisar yang ia
sarankan.
Tidak
tutur menyarankan juga terdapat pada kutipan waacana berikut:
(34) KONTEKS : LASI MENGHENTIKAN SUARA BU LANTING YANG SEDANG
KESAKITAN
Tuturan : “Kerokan lebih manjur, Bu.” (B: 67)
Tuturan
“Kerokan lebih manjur, Bu” dituturkan oleh Lasi kepada Bu Lanting
dengan maksud memberi saran kalau sakit lebih baik kerokan agar
pusing yang ada di kepala akan hilang. Oleh sebab itu, kutipan wacana
(34) merupakan tindak tutur direktif menyarankan sebab tuturan itu
berisi saran yang diberikan oleh Lasi kepada Bu Lanting agar mau
dikeroki dengan itu bisa mengurangi kepala sakit.
Tindak
tutur direktif menyarankan juga terdapat pada kutipan wacana berikut
ini:
(35) KONTEKS : KANJAT BERBICARA KEPADA LASI SAAT TURUN HUJAN
Tuturan : “Kalau mau hangat, duduklah bersamaku. Dulu ketika main
petak umpet, kamu sering menempel dipunggungku, kan?” (B:83)
Tuturan
“kalau mau hangat, duduklah bersamaku”, dituturkan oleh Kanjat
kepada Lasi saat badanyya kedinginan ia memberi saran agar ingin
selalu hangat berada dipuggungnya dan duduk berdua. Oleh karena itu,
kutipan wacana (35) merupakan tindak tutur direktif menyarankan sebab
tuturan itu berisi saran yang diberikan kanjat kepada Lasi agar ia
tidak kedinginan dan berada didekat serta duduk berdua.
Tindak
tutur direktif menyarankan terdapat dalam wacana berikut ini.
(36) KONTEKS : BAMBUNG BERBICARA KEPADA LASI SAAT PERTEMUAN RESMI
Tuturan : “Mau duduk-duduk di lobi atau kembali ke suite?” (B:
43)
Tuturan
“Mau duduk-duduk di lobi atau kembali ke suite”, dituturkan oleh
bambing kepada Lasi dengan maksud untuk kembali ke tempat atau duduk
di lobi. Oleh sebab itu kutipan wacana (36) merupakan tindak tutur
direktif menyarankan karena tuturan tersebut berisi sebuah saran yang
dilakukan Bambung kepada Lasi.
Tindak
tutur direktif menyarankan terdapat dalam waana berikut ini.
(37) KONTEKS : LASI BINGUNG PERGI TANPA TUJUAN DI BELAKANG SUPIR
TAKSI
Tuturan : “Daripada pergi tanpa tujuan, Bu, apa tidak baik kita
nonton saja? Sekarang filmnya bagus, Bagaimana?” (B: 64)
Tuturan
“Daripada pergit tanpa tujuan, Bu apa tidak baik kita nonton saja?”
dituturklan oleh supir taksi kepada Lasi dengan maksud Lasi untuk
nonton karena tidak ada tujuan pergi. Oleh sebab itu kutipan wacana
(37) merupakan tindak tutur direktif menyarankan karena tuturan
tersebut berisi sebuah ajakan yang dilakukan supir taksi kepada Lasi.
- Tindak Tutur Direktif memerintah
Tindak
tutur direktif memerintah adalah tindak tutur yang dilakukan oleh
penuturnya dengan maksud agar si pendengar melakukan tindakan yang
disebutkan dalam tuturan yang berisi perintah. Tuturan perintah
adalah tuturan yang digunakan agar seseorang melakukan hal yang
dituturkan.
Berikut
ini adalah kutipan wacana ayang berjenis tindak tutur direktif
memerintah.
(38) KONTEKS : HANDARBENI BERBICARA DENGAN BU LANTING
Tuturan : “Sudahlah, jangan membuat dadaku sakit. Urus saja Lasi
dan aturlah kencannya dengan si sialan itu. selanjutnya aku tak mau
tahu lagi aku hanya minta laporan apabila semuanya sudah seleai. Dan
jangan lupa waktumu hanya sampai Sabtu pagi, tinggal empat hari
lagi..” (B: 12)
Tuturan
“Urus saja Lasi dan aturlah kencannya dengan si sialan itu”
dilakukan oleh Handarbeni kepada Bu lanting untuk menyuruh mengatur
kencan Lasi dan jangan melupakan waktu apabila laporan belum selesai
karena waktunya empat hari. Dengan demikian kutipan wacana (38)
mnerupakan tindak tutur direktif memerintah karena dilakukan
Handarbeni agar Bu Lanting melakukan tindakan apa yang disebutkan di
dalam tuturannya.
Berikut
ini adalah kutipan wawancara yang berjenis tindak tutur direktif
memerintah.
(39) KONTEKS : KANJAT MENANTI KABAR DARI LASI YANG TELAH LAMA
MENGHILANG
Tuturan : “Kamu punya kewajiban menyusul Lasi ke Jakarta. Jangan
menjadi si lemah yang memalukan! Jangan hanya bisa menunggu.
Segeralah berangkat temukan Lasi dan bawa dia ke kembali ke Karang
Soga. Ingat, dia istrimu dan sedang mengandung anakmu!” (B: 132)
Tuturan
“Segeralah berangkat ke Jakarta temukan Lasi dan bawa dia kembali
ke Karangsoga” dilakukan oleh Kanjat kepada dirinya sendiri denan
cara menemukan Lasi karena dia sudah lama menunggu istrinya dan
mengandung anaknya. Dengan demukian, kutipan wacana (39) tersebut
merupakan tuturan direktif memerintah karena dilakukan oleh Kanjat
atau dirinya sendiri agar ia tidak menjadi laki-laki lemah dan
mempunyai kewajiban menyusul atau mencari istrinya ke Jakarta.
Berikut
ini adalah kutipan wacana yang berjenis tindak tutur direktif
memerintah.
(40) KONTEKS : HANDARBENI BERBICARA DENGAN ONING DI KANTOR
Tuturan : “Tidak, katakan kepada Pak Min, saya ingin dipijat.
Soal makan aturlah, saya ingin makan disini saja (B: 14).
Tuturan:
“katakan kepada Pak Min saya ingin di pijat” dituturkan oleh
Handarbeni kepada Oning untuk mengatakan kepada Pak Min bahwa
Handarbeni ingin dipijat dan mengatur makan Handarbeni. Dengan
demikian, kutipan wacana (40) tersebut merupakan tuturan direktif
memerintahkan karena dilakukan oleh Handarbeni agar Oning melakukan
tindakan yang disebutkan dalam tuturannya.
- Tindak Tutur Direktif Menantang
Tindak
tutur direktif menantang adalah tindak tutur yang dilakukan oleh
penuturnya dengan maksud agar si pendengar melakukan tindakan yang
disebutkan dalam tuturan yang berisi tantangan. Tuturan menantang
adalah tuturan yang dilakukan oleh seseorang untuk menghadapi atau
melawa orang ain.
Berikut
ini adalah pemaparan hasil analisis tindak tutur direktif menantang.
(41) KONTEKS : BU LANTING MENELPON LASI DENGAN SUARA YANG TINGGI.
Tuturan : “Tetapi, Bu, saya kan tidak bisa. Saya tidak bisa. Saya
masih istri Pak Handarbeni. Jadi mana bisa.” (B: 57)
Tuturan
“saya masih istri Pak Handarbeni, jadi mana bisa” dituturkan oleh
Bu Lanting yang menginginkan Lasi agar mau menemani Pak Bambung. Oleh
sebab itu kutipan wacana (41) merupakan tindak tutur direktif
menantang karena berisi sebuah tantangan yang dilakukan oleh Lasi
keada Bu Lanting karena Lasi menjadi istri orang lain.
Berikut
ini merupakan tindask tutur direktif menantang.
(42) KONTEKS : BAMBUNG BERKATA KEPADA LASI UNTUK DIJADIKAN SITRI
Tuturan : “Tunggu, pak. Saya kira bapak hasrus tahu dulu keadaan
saya sekarang ini. Saya sedang hamil. Jadi tak bisa.”
Tuturan
dituturkan oleh Bambung kepada Lasi dengan maksud untuk menantang
kemauan Bambung yang menginginkan Lasi untuk menjadi istri. Oleh
sebab itu, kutipan wacana (42) tersebut merupakan tindak tutur
direkstif menanatang karena berisi pernyataan tantangan dan Lasi
menolak menjadi istri yang dinginkan oleh Bambung karena ia sedang
hamil.
Tindak
tutur direktif menantang juga terdapat dalam wacana di bawah ini.
(43) KONTEKS : LASI MENDAPAT TELEPON DARI BU LANTING
Tuturan : “Bagaimana saya bisa mau, Bu. Saya kan punya suami”
(B: 58)
Tuturan:
“Bagaimana saya bisa mau, bu. Saya kan punya suami” dituturkan
oleh Lasi kepada Bu Lanting dengan maksud untuk melawan Bu Lanting
karena Lasi tidak mau menemani Pak Bambung. Dengan demikian, kutipan
wacana (43) merupakan tindak tutur direktif menantang karena berisi
sebuah tantangan yang dilakukan oleh Lasi kepada Bu lanting.
- Tindak Tutur Direktif Menuntut
Tindak
tutur ditrektif menuntut adalah tindak tutur yang dilakukan oleh
penuturnya dengan maksud agar si pendengar melakukan tindakan yang
disebutkan dalam kutukan.
(44) KONTEKS : BU LANTING BERBICARA KEPADA LASI UNTUK BERSIAP-SIAP
DIJEMPUT OLEH PAK BAMBUNG
Tuturan : “E, jangan berani main-main dengan Pak Bambung. Dengar,
Las. Dua-duanya tak mungkin kamu lakukan. Pak Bambung sangat keras,
kalau dia punya mau harus terlaksana. Dan kalau mau mengembalikan
kalung itu, dia akan menganggap kamu menghinanya. Maka kubilang
jangan main-main sama dia. Kamu sudah tahu, suamimu pun tak berdaya.”
(B: 61).
Tuturan
“E, jangan berani main-main dengan Pak Bambung”, dituturkan oleh
Bu Lanting kepada Lasi dengan maksud agar Lasi tidak berani
mempermainkan Pak Bambung. Dengan demikian, kutipan wacana (44)
merupakan tindak tutur direktif menuntut karena tuturan berisi
tuntutan yang dilakukan oleh Bu Lanting kepada Lasi.
BAB V
PENUTUP
- Simpulan
Berdasarkan hasil analisis penelitian tindak tutur direktif dalam
wacana novel Belantik karya Ahmad Tohari dapat disimpulkan
hal-hal sebagai berikut.
Jenis tindak tutur direktif yang terdapat dalam wacana novel Belantik
karya Ahmad Tohari terdiri atas:
- Tindak turur direktif yang meliputi tuturan memaksa, meminta, mengajak, menyuruh, memohon, mendesak, memerintah, menyarankan, menantang dan menuntut.
- Tindak tutur representatif meliputi tuturan menyatakan, mengakui, menyatakan, menunjukkan, menyebutkan, melaporkan, berspekulasi, dan memberikan kesaksian.
- Tindak tutur ekspresif meliput tuturan memuji, mengucapkan terima kasih, mengeluh dan menyalahkan.
- Tindak tutur komisif meliputi tuturan berjanji, mengancam, menyatakan kesanggupan.
- Tindak tutur deklarasi atau isbati meliputi memutuskan, mengizinkan dan melarang.
- Saran
Berdasarkan hasil penelitian, peneliti menyarankan bahwa penelitian
ini hanya ditinjau dari segi bahasa. Khususnya dalam kajian
pragmatik. Peneliti berharap semoga hasil penelitian ini dapat
dijadikan sebagai inspirasi bagi peneliti bahasa ataupun sastra
khususnya menganalisis novel yang berkaitan dengan kegunaan yang bisa
diterapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Alwi, Hasan et. al.
1998. Tata Bahasa Baku Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Cummings, Louise. 1994. Pragmatis Sebuah Perspektif Multi
Disipliner. Pustaka Pelajar.
Djaya Sudarma, Fatimah. 1994. Wacana Pemahaman dan Hubungan Antar
Unsur. Bandung: Erisko.
Leech, Geofrey. 1993. Prinsip-Prinsip Pragmatik Terjemahan Oka.
Jakarta: UI Press.
Moleong, Lexy. J. 1995. Metodologi Penelitian Kualitatif.
Bandung: PT. Remaja Bandung.
Muhajir, Noeng. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif.
Yogyakarta: Rake Sarasir.
Nurgiyantoro, Burhan. 1998. Teori Pengkajian Fiksi.
Yogayakarta: Gadjah Mada University Press.
Purwo, Bambang Kuswanti. 1990. Pragmatik dan Pengajaran Bahasa.
Yogyakarta: Kanisius.
Rani, Abdul. 2004. Analisis Wacana Sebuah Kajian Bahasa dalam
Pemakaian. Malang: Bayu Media Publikasi.
Rustono. 1999. Pokok-Pokok Pragmatik. Semarang: IKIP Press.
Rohmadi, Muhammad. 2004. Pragmatik Teori dan Aanalisis.
Yogyakarta: Lingkar Media Yogyakarta.
Sudaryanto. 1993. Metode dan Teknik Analisis Bahasa.
Yogyakarta: Duta Wacana.
Suriasumantri, Jujun S. 1993. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar
Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Suyitno. 1998. Pengantar Apresiasi Sastra Prosa dan Puisi.
Surakarta: Universitas Sebelas Maret Press.
Tarigan, Henry Guntur. 12997. Pengajaran Pragmatik. Bandung:
Angkasa.
Tohari, Ahmad. 2001. Belantik. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
Tim Penyusun. 1993. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:
Balai Pustaka.
SINOPSIS
NOVEL BELANTIK
KARYA AHMAD TOHARI
Handarbeni mersasa
sangat gerah dan panas karena menerima telepon dari Bambung yang akan
meminjam Lasi (istri Handarbeni). Akibat perkataan yang diucapkan
Bambung, kemudian Handarbeni meminta bantuan kepada Bu Lanting
(mucikari) untuk membantu menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Ia
menceritakan semua masalah kepada kepada Bu Lanting. Bu Lanting mau
menyelesaikan masalah asalkan ia mendapatkan hadiah dari Handarbeni.
Handarbeni menerima usulan dari Bu Lanting apabila bisa menjinakkan
Bambung dan tidak mengganggu Lasi maka hadiah itu akan diberikan.
Bu Lanting
menyarankan kepada Handarbeni untuk merelakan Lasi yang dipinjam oleh
Bambung. Mendengar saran tersebut dada Handarbeni bertambah sakit. Ia
menyuruh kepada Bu Lanting apabila urusan Lasi sudah selesai
Handarbeni meminta laporan. Di kantor, Handarbeni berbicara kepada
Pak Min (supir pribadinya juga tukang pijat) mengenai tentang
kehidupan yang dialaminya. Mendengar dan melihat Handarbeni kurang
enak badan lalu Pak Min memijat tubuh Handarbeni.
Menunggu kedatangan
Bu Lanting yang menghubungi dari telepon Lasi duduk di rumah yanng
megah dan mewah. Kunjungan Bu Lanting tersebut untuk menemui Lasi. Ia
mengajak Lasi pergi ke Singapura. Sesampai di Singapura Lasi
dikenalkan kepada seorang laki-laki yang sudah tua bernama Pak
Bambung. Ia adalah orang penting di pemerintahan dan seorang pelobi
terkenal. Bu Lanting mengaku kepada Lasi kalau Pak Bambung adalah
pacarnya. Melihat semangat pacar Bu Lanting, Lasi teringat keada
suaminya Handarbeni yang hanya membutuhkan obat-obatan. Lasi teringat
kembali ke kampung kelahirannya ke Karang Soga.
Di Karang Soga Lasi
pulang ke rumah orang tuanya yang bernama Mbok Wiryaji, dengan rasa
sedih Mbok Wiryaji tidak memperdulikan Lasi. Setelah berhasil
menenangkan diri, Lasi termangu dan berkali-kali menelan ludah. Lasi
menelepon Bu Lanting, dan Bu Lanting menyuruh Lasi untuk menemani Pak
Bambung. Untuk menumpahkan keluh kesahnya Lasi pergi ke rumah Eyang
Mus, Eyang Mus sekedar sapaan sebagai pelega jiwa. Di Karang Soga di
tanah kelahiran Lasi masih berharap bisa bertemu dengan Kanjat. Tidak
lama kemudian Kanjat pulang ke rumah orang tuanya, Eyang Mus
memberitahu kepada Kanjat bahwa Lasi berada di Karang Soga kemudian
ia menemui Lasi di rumah Mbok Wiryaji. Setelah bertemu dengan Kanjat,
Lasi mencurahkan permasalahan yang dihadapi, kemudian ia meminta
Kanjat untuk membantu dalam masalahnya. Kanjat bersedia membantu Lasi
yaitu dengan cara mengawini Lasi. Dengan cara itulah Lasi menolaknya,
akhirnya Lasi meminta bantuan kepada Kanjat uintuk mengantarkannya ke
rumah Paman Ngalwi di Sulawesi guna menghindar dari kejaran Bambung.
Sebelum berangkat ke Sulawesi Kanjat dan Lasi dinikahkan oleh Eyang
Mus secara syariat. Dalam perjalanan menuju ke Sulawesi mereka
beristirahat di hotel yang berada di Surabaya. Pada waktu di Surabaya
Lasi ditemukan ole Bu Lanting yang membawa Polisi untuk menangkap
Lasi. Mereka adalah suruhan Bambung, Lasi ditangkap kemudian di bawa
ke Jakarta untuk diserahkan kepada Bambung. Di Jakarta Lasi mendiami
rumah pak Bambung. Di rumah Bambung, Lasi diawasi oleh Polisi. Dalam
kesendiriannya Lasi meminta kepada Bu Lanting untuk makan di luar.
Akhirnya Bu Lanting menyetujui. Selama di rumah Pak Bambung, Lasi
mengandung anaknya Kanjat. Mendengar Lasi hamil Pak Bambung marah, ia
menyuruh Lasi untuk menggugurkan kandungannya tetapi Lasi menolaknya,
di rumah Pak Bambung Lasi dijadikan wanita simpanan menemani Pak
Bambung kemana-mana.
Berhari-hari
sepulang dari Surabaya Kanjat memberitahu kepada suami isteri Eyang
Mus, Wiryaji, dan Mukri, kalau Lasi dibawa ke Jakarta. Kanjat
menyadari kesalahan dan idak berani memberitahu kehamilan Lsi kepada
orang lain. Kanjat mencari jalur hukum untuk membawa Lasi pulang ke
Karang Soga. Lasi menelpon Kanjat mengaku bahwa dirinya berperan
sebagai pendamping Bambung, mendengar pengakuannya Kanjat marah. Pak
Bambung adalah bandot tua yang suka sama perempuan. Ia adalah seorang
yang telah melakukan kejahatan misalnya korupsi. Bambung ditangkap
polisi juga pejabat yang di pusat yang bersangkutan. Semua perempuan
simpanannya di bawa ke kantor polisi untuk dimintai keterangan, semua
kekayaan Bambung disita oleh Kejaksaan. Lasi adalah salah satu dari
istri simpanan Bambung. Lasi ditahan dan diperiksa kejaksaaan di
kantor pilisi untuk dimintai keterangan.
Kanjat mengetahui
Lasi ditahan di kantor polisi. Dalam kegelisahan Kanjat menanti kabar
dari Lasi. Ia berangkat ke Jakarta bersama Pardi (supir gula emaknya)
untuk mencari lasi. Sesampai di Jakarta mereka cari tempat untuk
beristirahat. Kemudian Pardi mencari rumah tempat tinggal Lasi.
Akhirnya mereka menemukan Lasi di kantor polisi. Untuk menemui Lasi
mereka memberikan amplop kepada polisi. Melihat kedatangan Kanjat,
Lasi menangis dan memeluk Kanjat dengan erat. Lasi meminta Kanjat
agar mengeluarkan dari tahanan polisi. Kanjat mencari pengacara untuk
membebaskan Lasi dan meminta bantuan kepada temannya yang menjadi
pengacara di Jakarta. Ia adalah Blakasuta teman seangkatan yang
bekerja di kantor pengacara. Setelah bertemu dengan Blakasuta, Kanjat
menceritakan masalah kepadanya. Ia berusaha untuk mengeluarkan Lasi
dari penjara, memperjuangkan harta yang menjadi milik Lasi. Akhirnya
Blakasuta berhasil mengeluarkan Lasi dari penjara. Ia kecewa karena
tidak mendapat harta kekayaannya yang disita oleh kejaksaan. Dalam
perjalanan pulang Blakasuta melihat Bu Lanting. Ia marah saat Lasi
berada dalam mobil itu. Lasi tidak memperdulikan ucapan Bu lanting.
Lasi dapat keluar dari penjara dan ia ia pulang ke Karang Soga
bersama Kanjat.
LEMBAR BIMBINGAN
Nama : FITRIAH
NPM : 04410045
Jurusan : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Judul Proposal : Tindak Tutur Direktif dalam Wacana Novel Belantik
Karya Ahmad Tohari
Pmbimbing I : Nanik S., S.S., M.Hum.
Tanggal
|
Materi Bimbingan
|
Tanda Tangan
|
LEMBAR BIMBINGAN
Nama : FITRIAH
NPM : 04410045
Jurusan : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Judul Proposal : Tindak Tutur Direktif dalam Wacana Novel Belantik
Karya Ahmad Tohari
Pmbimbing II : Drs. Siswanto PHM, M.Pd.
Tanggal
|
Materi Bimbingan
|
Tanda Tangan
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar